REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Eksekutif Komisi Akreditasi Rumah Sakit Seluruh Indonesia (KARS) Sutoto mengatakan, akreditasi rumah sakit tak sama dengan akreditasi hotel. Bukan fasilitas dan mewahnya yang dimiliki rumah sakit yang dinilai.
"Kalau akreditadi rumah sakit itu yang dinilai bagaimama dokter memeriksa pasien sesuai standar atau tidak. Pasien masuk kamar operasi, standar anestesinya bagiamana, bukan semata-mata gedung yang dinilai," katanya dalam siaran persnya, Kamis, (10/8). Pesawatnya juga dinilai, apakah dalam merawat pasien sudah memenuhi standar. "Bisa jadi rumah sakit gedungnya mewah tapi dokter memeriksa tak sesuai standar, ya tidak memenuhi syarat akreditasi kalau seperti itu." Meskipun rumah sakit gedungnya sederhana namun memenuhi standar bangunan rumah sakit. Dokter dan perawat merawat pasien sesuai standar maka rumah sakit itu walau sederhana bisa memenuhi syarat akreditasi. "Jadi akreditasi rumah sakit itu tidak seperti akreditasi hotel yang dilihat kemewahan dan kenyamanan gedungnya." Menurut Sutoto, dari 2.700 rumah sakit di Indonesia sebanyak 1.032 terakreditasi saat ini. Akreditasi itu ada tingkat perdana, dasar, madya, utama, paripurna, internasional. Kalau internasional memenuhi 95 persen syarat akreditasi terpenuhi.Kalau paripurna memenuhi 85 persen syarat akreditasi. "Rumah sakit di Indonesia kebanyakan akreditasinya, 41 persen paripurna. Sisanya akreditasi utama, madya, dasar, perdana." Salah satu yang diuji juga kemampuan staf rumah sakit memadamkan kebakaran. Makanya para staf rumah sakit harus dilatih memadamkan kebakaran. Nanti akan ada tes bagi para staf apa yang harus dilakukan jika terjadi kebakaran. Misalnya di mana alat pemadam kebakaran ditemukan.
Advertisement