Kamis 10 Aug 2017 17:41 WIB

Terjerat Tunggakan Rumah Susun

Rep: Sri Handayani/ Red: Teguh Firmansyah
Sebanyak 482 unit dari total 518 hunian belum dibayar di Rusunawa Jatinegara Barat, Jakarta Timur, Kamis (10/8).
Foto: Republika/Lilis Sri Handayani
Sebanyak 482 unit dari total 518 hunian belum dibayar di Rusunawa Jatinegara Barat, Jakarta Timur, Kamis (10/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Warga tampak bergerombol di beberapa sudut Rusunawa Jatinegara Barat, Bidara Cina, Jatinegara, Jakarta Timur, Kamis (10/8). Obrolan tentang sulitnya membayar tunggakan sewa rumah susun beberapa kali terdengar, diselingi keluhan tentang sulitnya mencukupi biaya hidup.

Kedatangan Republika.co.id, tampak tak mengagetkan warga. Mereka seakan tahu, masalah tunggakan biaya sewa telah menjadi bahan pemberitaan.

Salah seorang warga Blok A, Farida, mengaku sempat memiliki tunggakan hingga Rp 2 juta. Ia tak tahu rincian biaya yang dimaksud dalam tagihan. Ia pindah ke Rusun Jatinegara Barat dua tahun lalu dalam kondisi sepi pendapatan.

Tertekan karena proses relokasi dan suasana di lingkungan baru, ia dan suami belum dapat memikirkan pekerjaan.

Uang simpanan pun perlahan habis. Dana yang sedianya akan dipakai membayar sewa rusun akhirnya terpakai untuk mencukupi kebutuhan bulanan.

"Jadi (tunggakan) yang itu ngendep-ngendep. Ada bunga entah dari air atau rumah sebesar dua persen. Tahu-tahu jadi Rp 2.000.7000," kata dia kepada Republika di Jakarta Timur, Kamis (10/8).

Farida tinggal bersama suami dan tiga anaknya yang sudah bekerja. Sehari-hari, ia juga menjaga seorang cucu jika anaknya bekerja. Salah satu putranya meminta dia menanyakan rincian tagihan ke pihak pengelola rusun.

Menurut pengelola, ia sudah menunggak biaya sewa selama tiga bulan. Memasuki bulan keempat, tagihan terbesar muncul dari biaya pemakaian air.

Farida masih beruntung. Anak perempuannya memiliki rezeki tambahan saat tagihan itu datang. Akhirnya, ia membayar lunas tagihan tersebut.  "Kalau nggak ada anak perempuan ini mah nggak tahu deh. Anak laki mah cuek. Suami kerjanya serabutan," kata dia.

Bagi sebagian orang, tagihan bulanan yang harus dipenuhi Farida memang tidak banyak. Sebulan, ia hanya diminta membayar biaya sewa sebesar Rp 300 ribu. Biaya air rata-raya Rp 200 ribu dan listrik Rp 50 ribu per pekan.

Namun, bagi Farida dan suaminya, biaya ini cukup berat. Suaminya bekerja di bagian tata usaha dengan sistem gaji harian Rp 50 ribu. Uang itulah yang harus dikelola Farida setiap hari.  "Buat sarapan pagi aja tadi udah Rp 30 ribu. Sekarang Rp 50 ribu dapat apa?" ujar dia.

Mengetahui kondisi sulit orang tuanya, kini kedua anak Farida ikut membantu membayar biaya sewa. Mereka masing-masing mengumpulkan Rp 200 ribu, sehingga terkumpul Rp 600 ribu per bulan.

Biaya itulah yang dibayarkan kepada pengelola. Bulan ini tagihan yang muncul Rp 465 ribu. Sisanya dia jadikan deposit untuk membayar air atau sewa bulan berikutnya.  Farida mengaku ini kali pertama ia menunggak. Sulitnya kondisi ekonomi menjadi alasan sebagian besar warga rusunawa menunggak biaya sewa.

"Menurut saya lebih banyak ke ekonomi. Kan kebutuhan macam-macam. Gaya hidup juga," kata dia.

Warga Tower A lain, Ida, menunggak hingga Rp 5 juta. Ia mengaku memiliki anak yang menganggur dan belum bekerja. Oleh karena itu, biaya hidup dicurahkan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari terlebih dahulu.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement