REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes-PDTT), Eko Putro Sandjojo, mengatakan ada sekitar 300 laporan dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh kepala desa. Laporan ini terkait dengan kesalahan administratif dan pengelolaan dana desa.
"Pada tahun ini kami menerima sekitar 300-an laporan. Sebagian besar berupa kesalahan administratif dan yang sedang ditangani adalah soal dana desa," ujar Eko kepada wartawan di Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kamis (10/8).
Seluruh laporan itu, kata Eko, sudah dikoordinasikan sengan aparat penegak hukum. Sebanyak 60 laporan saat ini diketahui sudah diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Tentu KPK juga akan melakukan proses (penanganan)," lanjut dia.
Sementara itu, pada 2016, Kemendes-PDTT menerima sebanyak 900 laporan dugaan tindak pidana korupsi oleh kepala desa. Dari jumlah itu, asa sekitar 234 kasus yang diserahkan kepada KPK.
"Ada 167 kasus yang ditangani kepolisian dan sebanyak 67 kasus sudah divonis," ungkapnya.
Lebih lanjut, Eko menjelaskan jika ada 40 persen kepala desa di Indonesia merupakan alumni pendidikan tingkat dasar dan menengah pertama (SD-SMP). Namun, latar belakang pendidikan tidak dapat dijadikan dasar faktor penyebab belum makskmalnya pengelolaan dana desa.
Seluruh kepala desa, kata Eko, bisa belajar memahami struktur pengelolaan program dana desa. Hal ini terlihat dari perkembangan penyerapan dana desa sejak 2015 lalu.
"Pada 2015 pemerintah menganggarkan dana desa sebesar Rp 20,8 triliun, karena baru pertama yang terserap hanya 82 persen. Kemudian saat dinaikkan oleh pada 2016 menjadi Rp 46,98 triliun, tingkat penyerapan naik hingga 97 persen. Maka mereka (kepala desa) bisa belajar," tambahnya.