Rabu 09 Aug 2017 14:52 WIB

ACTA Juga Gugat Perppu Ormas

Rep: Santi Sopia/ Red: Bilal Ramadhan
Wakil Ketua MK Anwar Usman (tengah0, didampingi anggota MK Suhartoyo (kiri), dan I Dewa Gede Palguna saat memimpin sidang sidang uji materi Perppu Ormas di Gedung MK, Senin (7/8).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Wakil Ketua MK Anwar Usman (tengah0, didampingi anggota MK Suhartoyo (kiri), dan I Dewa Gede Palguna saat memimpin sidang sidang uji materi Perppu Ormas di Gedung MK, Senin (7/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) mendaftarkan permohoan uji materi terkait Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu) Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Organisasi Masyarakat ke Mahkamah Konstitusi (MK). ACTA menganggap Perppu Ormas bertentangan dengan Pasal 22 UUD 1945 yang mensyaratkan adanya situasi mendesak dalam penerbitan sebuah Perppu.

"Kami menganggap saat ini sama sekali tidak ada situasi yang mendesak terkait situasi perpolitikan pada umumnya dan aktivitas keormasan pada khususnya," kata Ketua Dewan Penasihat ACTA Hisar Tambunan di MK, Rabu (9/8).

Menurut ACTA, sebaliknya, demokrasi Indonesia justru berada dalam kondisi yang baik. Hal itu terindikasi dari adanya aksi massa yang melibatkan jutaan orang termasuk anggota-anggota Ormas. Dan itu berlangsung dengan sangat tertib, sangat damai, sangat bersih serta jauh dari provokasi yang menentang nilai Pancasila.

ACTA menolak keras pihak-pihak yang mengkaitkan penentangan terhadap Ormas dengan sikap politik mendukung Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) ataupun konsep negara khilafah. Pengajuan uji materi ini, kata dia, semata-mata respons untuk menyelamatkan demokrasi di Indonesia.

"Kami garis-bawahi bahwa kami tidak ada HTI dan kami bukan pendukung hubungan sama sekali dengan organisasi konsep khilafah," jelasnya.

ACTA menyoroti penghapusan wewenang pengadilan untuk membubarkan Ormas yang terdapat dalam Perppu. ACTA menilai hal itu jelas merupakan pencederaan demokrasi yang nyata-nyata bertentangan dengan ketentuan UUD yang berbunyi "berserikat  mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang".

"Kami berharap MK sebagai benteng penjaga konstitusi bisa bersikap bijak dan mengabulkan permohoan agar Perppu Ormas dibatalkan secara keseluruhan," kata dia.

Sampai saat ini terhitung sudah ada enam perkara gugatan Perppu Ormas, termasuk yang diajukan ACTA. Sebelumnya perkara terdaftar dalam lima nomor, yaitu 38/PUU-XV/2017, 39/PUU-XV/2017, 41/PUU-XV/2017, 48/PUU-XV/2017 dan 49/PUU-XV/2017.

Perkara Nomor 38 dimohonkan oleh Afriady Putra, Organisasi Advokat Indonesia, Perkara Nomor 39 dimohonkan oleh Ismail Yusanto dengan Kuasa Hukum Yusril Ihza Mahendra, Perkara Nomor 41 dimohonkan oleh Dewan Pengurus Pusat Aliansi Nusantara (ALSANTARA), Perkara Nomor 48 dimohonkan oleh Yayasan Sharia Law Alqonuni dan Perkara Nomor 49 dimohonkan oleh Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PERSIS).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement