Jumat 04 Aug 2017 17:11 WIB

Pemerintah Ajukan Perbaikan UU Pemilu ke DPR

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Bayu Hermawan
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hadar Nafis Gumay (kanan)
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hadar Nafis Gumay (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengajukan perbaikan atas lampiran dalam Undang-undang (UU) Pemilu kepada Panitia Khusus (Pansus) RUU Pemilu pada Kamis (3/8). Perbaikan tersebut menyangkut tiga poin hal teknis Pemilu.

Hal tersebut disampaikan mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Periode 2012-2017, Hadar Nafis Gumay, saat diskusi bertajuk 'Menyegerakan Perundangan UU Pemilu' di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (4/8).

"Informasi yang kami dapat bahwa UU saat ini dikembalikan lagi kepada DPR. Ada surat dari Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tertanggal 3 Agustus. Surat meminta koreksi tiga poin UU Pemilu kepada DPR," ujar Hadar.

Hadar melanjutkan, proses perbaikan diperkirakan akan kembali menyita waktu. Sebab, masih ada proses sinkronisasi antara DPR dan pemerintah sebelum memformalkan UU Pemilu dengan penomoran.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Republika, Jumat, tiga poin berkaitan dengan jumlah komisioner KPU Kota Banjarbaru, jumlah komisioner KPU Kabupaten Tolikara, jumlah komisioner Bawaslu Kota Banjarbaru, jumlah komisioner Kabupaten Tolikara dan penempatan daerah pemilihan (dapil) kota Padang Sidimpuan di Sumatera Utara.

Surat permohonan perbaikan lampiran itu ditandatangani oleh Dirjen Polpum Kemendagri, Soedarmo. Selain menyoroti perbaikan, Hadar juga mengkritisi hal tersebut akan kembali berdampak buruk kepada kepastian waktu penomoran UU Pemilu.

"Kami was-was dan khawatir karena waktu sudah sangat mepet, tetapi belum juga ada pengundangan UU baru ini. Sebab, soal kepastian UU sangat terkait dengan kesiapan penyelenggara. Harus diingat bahwa tahapan Pemilu Serentak 2019 beriringan dengan tahapan Pilkada Serentak 2018," jelasnya.

Dia pun mengingatkan bahwa terhitung sejak disahkan oleh DPR pada 21 Juli lalu, UU Pemilu seharusnya disahkan oleh Presiden pada 21 Agustus. Namun, dirinya menilai pengesahan pada pekan terakhir Agustus tidak sesuai dengan proses tahap awal Pemilu yang juga jatuh pada waktu bersamaan.

Di sisi lain, jelasnya, DPR saat ini sedang berada dalam masa reses dan baru akan kembali bersidang pada pertengahan Agustus. KPU sendiri belum mendapat kepastian jadwal konsultasi penyusunan peraturan KPU (PKPU) mengenai teknis tahapan awal Pemilu Serentak.

Hadar menyarankan agar konsultasi pada masa reses diperbolehkan agar teknis tahapan awal Pemilu segera dapat dipastikan. Kondisi ini pernah dilakukan sebelumnya.

"Kita harus betul-betul mengedepankan bahwa ini jgn terlambat. Kalau terlambat maka penyelenggara akan kerepotan menyiapkan peraturannya," ucap Hadar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement