REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode M Syarif mengingatkan semua pihak agar melakukan pengelolaan dana desa secara bertanggung jawab agar tidak terjadi tindak pidana korupsi. Menurut Syarif, pengucuran dana desa perlu diperhatikan lantaran pada tahun ini pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 60 triliun yang disalurkan melalui kabupaten dan kota.
"Bayangkan praktik yang sama terjadi di semua desa, bisa saja uang yang dianggarkan yang Rp 60 triliun itu tidak mencapai sasarannya," ujar Syarif di Gedung KPK, Jakarta.
Bahkan pada 2015, KPK juga telah melakukan kajian pengelolaan dana desa. Kajian tersebut kemudian diserahkan kepada pemerintah lantaran menemukan celah untuk melakukan penyelewengan dana tersebut. Menurut Syarif ada empat aspek yang perlu diperbaiki pemerintah, di antaranya soal regulasi, tata laksana, pengawasan serta kualitas dan integritas SDM yang mengurus dana desa. "Dalam konteks pencegahan terkait dana desa KPK sudah selesaikan kajian pengelaolaan keuangan desa," ujarnya.
Ihwal pencegahan, lanjut Syarif, KPK secara rutin memberikan pemahaman terkait penggunaan dana desa yang rentan dengan tindak pidana korupsi. "Saya dua kali pergi ke acara Kementerian Desa, Kemendes dan kita melakukan banyak hal bukan hanya seremoni saja salah satunya pencegahan itu kami gandeng BPKP bekerja sama dengan Kementerian Desa dan KPK agar laporan sistem pengelolaan dana desa lebih sederhana dan simpel," ujar Syarif di Jakarta.
Oleh karena itu, sambung Syarif, BPKP membuat sistem laporan yang agak berbeda dengan sistem laporan APBN biasa. "KPK tetap melakukan pendampingan ke beberapa kementerian, karena dana desa anggaran dari Kementerian Desa tapi pelaporan dan manajemen dilakukan bupati. Dan bupati tanggung jawab kepada Mendagri jadi induknya Kementerian Desa dan Kemendagri," tuturnya.
Jadi, lanjut dia, KPK sangat menaruh harapan, karena bila satu desa mendapatkan Rp 1 miliar, angka yang cukup besar. "Dan kelihatannya tahun 2018 akan lebih besar lagi bahkan kami dengar akan dilipatgandakan karena itu sistem pengawasan dan pengelolaan harus betul-betul diperhatikan," ucapnya.
Sebelumnya, KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) para pejabat di Pemerintah Kabupaten Pamekasan diduga menyuap Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan sebesar Rp 250 juta pada Rabu (2/8). Suap tersebut diduga untuk menghentikan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Negeri dalam perkara tindak pidana korupsi proyek infrastruktur. Proyek senilai Rp 100 juta tersebut menggunakan dana desa.
Kelima tersangka kasus suap tersebut adalah Bupati Pamekasan Ahmad Syafii (ASY), Kajari Pamekasan Rudi Indra Prasetya (RUD), Inspektur Pemkab Pamekasan Sutjipto Utomo (SUT), Kepala Desa Dassok Agus Mulyadi (AGM) dab Kabag Administrasi Inspektur Kabupaten Pamekasan Noer Seolehhoddin (NS).
Adapun, Pasal yang disangkakan pihak diduga memberi SUT, AGM dan NS disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 UU no 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Kemudian, pasal yang diberikan terhadap ASY yang merupakan pihak yang diduga prnberi atau yang menganjurlan memberi disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf atau b atau pasal 13UU no 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 atau ke-2 KUHP.
Sementara pihak yang diduga penerima RUD disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 hurif b atau pasal 11 UUno 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001.