REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengapresiasi putusan Hakim Tunggal Muchtar Effendi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menolak seluruh permohonan praperadilan yang diajukan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Tumenggung terkait kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
"Kami apresiasi putusan praperadilan dalam kasus BLBI hari ini. Putusan ini tentu dapat kita pandang berkontribusi terhadap upaya pengungkapan kasus BLBI," ujar Febri di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (2/8).
Menurut Febri, putusan ini menjadi penguat bagi langkah KPK di penyidikan terkait dengan indikasi penyimpangan dalam penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) ke Sjamsul Nursalim, pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) yang merupakan salah satu obligor BLBI. "Padahal masih ada kewajiban yang belum diselesaikan Rp 3,7 triliun," ucapnya.
Saat ini, sambung Febri, KPK akan fokus di tataran implementasi kebijakan, yaitu mengusut penyimpangan yg terjadi dalam penerbitan SKL tersebut. "Serangkaian kegiatan penyidikan akan kita lakukan setelah ini. Selain itu, pihak yang terkait, termasuk obligor kita ingatkan untuk koperatif dalam proses hukum ini," ujarnya.
Hakim tunggal praperadilan Effendi Mukhtar menolak permohonan yang diajukan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (2/8).
Syafrudin mengajukan permohonan praperadilan setelahKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Syafruddin sebagai tersangka penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)ke Sjamsul Nursalim, pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) yang merupakan salah satu obligor BLBI pada 2004.
"Mengadili, dalam pokok perkara menolak praperadilan yang diajukan pemohon (Syafiruddin) untuk seluruhnya," ujar Effendi, di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (2/8) sore.