Kamis 27 Jul 2017 11:34 WIB

Polisi Amankan 7 Pelaku Pembawa Truk Kayu Illegal Logging

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Andi Nur Aminah
Direktur Jenderal Penegakan Hukum, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rasio Ridho Sani mengamati barang bukti kayu ilegal logging.
Foto: dok. Humas Kemenhut
Direktur Jenderal Penegakan Hukum, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rasio Ridho Sani mengamati barang bukti kayu ilegal logging.

REPUBLIKA.CO.ID, PALANGKARAYA -- Tim Satuan Polhut Reaksi Cepat (SPORC) mengamankan empat truk kayu illegal hasil pembalakan liar di Desa Talaken, Kecamatan Manuhing, Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Sedangkan tiga truk lagi diamankan pada keesokan harinya.

SPORC juga menangkap tujuh tersangka pada saat bersamaan, berinisial VS (42), JM (37), IS (45), HY (43), SH (47), HS (25), SR (34), pada 30 Mei 2017. Sejak 1 Juni 2017 lalu, ketujuh tersangka telah disidik dan ditahan di Rumah Tahanan Polda Kalimantan Tengah.

Kepala Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Kalimantan, Irmansyah, mengatakan kasus ini sudah memasuki babak akhir. "Setelah melalui proses penyidikan, akhirnya pada 20 Juli 2017, Kepala Kejaksaan Tinggi Palangkaraya menetapkan berkas perkara ketujuh tersangka dinyatakan sudah lengkap atau P21," ujar Irmansyah dalam keterangan tertulisnya, Kamis (27/7) pagi.

Ia mengatakan, penyerahan tersangka dan barang bukti (penyerahan Tahap II) dari PPNS SPORC ke Kejaksaan Tinggi Palangkaraya akan dilakukan pada hari ini di Palangkaraya. Berdasarkan informasi Kejaksaan Tinggi Palangkaraya, ketujuh tersangka pengangkut kayu illegal dengan tujuh unit truk volume 50 meter kubik kayu olahan jenis benuas itu, akan disidangkan di Pengadilan Negeri Palangkaraya.

Tersangka dijerat dengan Pasal 83 ayat (1) huruf B, Jo pasal 12 huruf E, dan atau pasal 88 ayat (1) huruf A, Jo Pasal 16 Undang-Undang No.18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Dengan ancaman hukuman paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun, serta pidana denda paling sedikit Rp 500 juta dan paling banyak Rp 2,5 miliar.

"Kami akan terus mengawal kasus ini hingga putusan, demi menegakkan keadilan dan memberi efek jera kepada pelaku kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan," tutur Irmansyah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement