REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Pakar tanaman padi Universitas Jenderal Soerdirman (Unsoed) Purwokerto Prof Totok Agung Dwi Haryanto menilai kasus yang melibatkan PT Indo Beras Unggul (IBU) perlu dikaji lebih teliti oleh pemerintah khususnya kepolisian terkait dengan unsur pelanggarannya.
"Kalau ditemukan adanya unsur pelanggaran, kasus tersebut diteruskan. Sebaliknya jika tidak ditemukan unsur penyimpangan, sebaiknya dilepas," katanya kepada wartawan di Purwokerto, Selasa (25/7).
Ia mengatakan apa yang dilakukan PT IBU itu sah-sah saja karena tidak memaksa konsumen untuk membeli beras di atas harga pasaran.
Menurut dia, dalam kasus tersebut tidak ada unsur penipuan atau pembohongan publik karena PT IBU memilih dan mengolah beras IR-64 medium dengan teknologi tertentu sehingga menghasilkan beras kualitas baik yang dikemas menarik dan harganya menjadi mahal.
"IR-64 termasuk beras kelas medium namun dengan proses tertentu yang membutuhkan modal besar dan teknologi tinggi, mutu berasnya lebih bagus, dijual dengan harga tinggi. Dampak biaya produksi yang tinggi mengakibatkan harga jualnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan beras IR-64 tanpa pengolahan dan pengemasan yang menarik," jelasnya.
Dalam kasus beras tersebut, dia menganalogikannya dengan kopi yang dijual di warung sederhana dan kopi yang dijual di warung modern atau kafe. Menurut dia, selisih harga kopi yang dijual di dua tempat itu sangat besar meskipun berasal dari jenis kopi yang sama. "Yang membedakan harganya adalah pengolahan dan mengemasannya," kata Totok.
Menurut dia, PT IBU juga telah membantu petani karena membeli gabah di atas harga yang ditetapkan pemerintah.
"Oleh karena itu, pemerintah dan kepolisian perlu mengkaji lebih teliti, apakah ada unsur pelanggarannya ataukah tidak ada," katanya.