Senin 24 Jul 2017 16:47 WIB

Faktor Budaya Jadi Penyebab Pernikahan Dini di Pelosok

Rep: Kabul Astuti/ Red: Qommarria Rostanti
Pernikahan dini (Ilustrasi).
Foto: IST
Pernikahan dini (Ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Faktor budaya dinilai turut melanggengkan praktik pernikahan anak. Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2015 memperlihatkan bahwa angka perkawinan anak di Indonesia mencapai 23 persen.

Aktivis sekaligus Ketua Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP), Zumrotin K Soesilo, mengatakan pernikahan anak dapat disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya, faktor kemiskinan, budaya, interpretasi agama, dan hamil di luar nikah. Faktor budaya merupakan salah satu penyebab pernikahan anak yang kuat di pelosok-pelosok daerah di Indonesia.

Di Indramayu sana, kata dia, apabila ada perempuan berusia 17 tahun belum menikah maka akan disebut perawan tua. "Di sana budayanya, lebih berharga janda daripada perawan tua sehingga karena ketakutan, orang tua lebih baik menikahkan anaknya kemudian cerai jadi janda daripada jadi perawan tua," ujar Zumrotin, Senin (24/7).

Dia menyebut, budaya-budaya yang melanggengkan praktik itu harus dihapuskan. Faktor budaya membutuhkan pendekatan berbeda ketimbang agama atau kemiskinan. Menurut Zumrotin, faktor budaya harus dilawan dengan perubahan budaya atau pola pikir. Artinya, menunjukkan bahwa budaya yang melanggengkan praktik pernikahan anak adalah tidak benar.

"Orang di daerah itu harus mendapatkan persepsi bahwa pernikahan yang ada di budaya dia menjadikan anak perempuan tidak bisa menikmati hak-haknya. Semua dapat diawali, menurut saya, dari perubahan UU Perkawinan," ujarnya.

Zumrotin berujar, beragam faktor penyebab tersebut memerlukan pendekatan yang berbeda pula. Faktor kemiskinan, misalnya, maka pendekatannya harus dilakukan dengan mendorong pemerintah daerah meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dan memberikan akses pendidikan gratis agar anak-anak bisa menjadi sumber daya manusia berkualitas.

Demikian pula terkait kesalahan interpretasi agama, maka harus didekati dengan memberikan pemahaman agama yang benar. Dia mengutip pendapat salah satu ulama ahli tafsir Alquran bahwa definisi akil baligh pada anak perempuan tidak hanya ketika sudah menstruasi, namun juga dewasa dari sisi akal.

Zumrotin mengatakan, banyak data yang menyebutkan bahwa pernikahan anak sangat rentan terhadap perceraian. Faktor lainnya yaitu hamil di luar nikah di mana harus diatasi lewat pendidikan kesehatan reproduksi. "Tidak cukup hanya guru, orang tua, dan tokoh agama penting sekali memberikan pendidikan kesehatan reproduksi," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement