Ahad 23 Jul 2017 05:24 WIB

Kegelisahan Anak-Anak Indonesia Menghadapi Korupsi

Aksi untuk memperingati Hari Anak. (Ilustrasi)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Aksi untuk memperingati Hari Anak. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Belasan anak langsung menunjukkan jari saat moderator membuka sesi tanya jawab pada paparan materi pencegahan korupsi, revolusi mental dan sejarah Bangsa Indonesia saat acara Forum Anak Nasional 2017 yang digelar di Kota Pekanbaru, Riau. 

Meski sesi paparan materi pada Kamis, 20 Juli 2017 hanya berlangsung tujuh menit untuk masing-masing pemateri, namun hal itu tidak menurunkan minat anak-anak yang rata-rata duduk di bangku SMA itu untuk ganti mencecar para pemateri. 

Sebanyak 525 anak perwakilan dari semua provinsi di Indonesia berada di Pekanbaru untuk menghadiri Forum Anak Nasional (FAN) yang digelar Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Acara ini merupakan bagian dari perayaan Hari Anak Nasional (HAN) pada 23 Juli 2017 di tempat yang sama.

Karena peserta adalah anak-anak berusia di bawah 18 tahun, maka materi dan pemateri bahkan suasananya pun disesuaikan dengan dunia anak. Tidak jarang tepuk tangan dan yel-yel disuarakan di sela-sela dialog.

Pada sesi pertama tanya jawab, semua anak menyoroti soal korupsi yang masih merebak di tanah air ini. Agar materi pertanyaan merata, moderator pada sesi kedua terpaksa meminta anak-anak untuk juga menanyakan dua materi yang lain yakni revolusi mental dan sejarah Bangsa Indonesia.

Irman Maulana, seorang pelajar dari Bengkulu yang mendapat giliran pertama sesi tanya jawab langsung menyoroti masalah korupsi di Indonesia termasuk yang terjadi di Bengkulu. Pelajar laki-laki ini mengaku malu dengan kasus korupsi di daerahnya termasuk yang diduga melibatkan Gubernur Bengkulu nonakif Ridwan Mukti. 

Bahkan dia hanya 'mampu' mengucapkan inisial nama gubernurnya saat berbicara di forum itu. Anak ini agaknya sedang menyoroti kasus korupsi pembangunan jalan di Riau yang disangka melibatkan gubernur Bengkulu, istrinya Lily Martiani Maddari dan Direktur PT Statika Mitra Sarana (PT SMS) Jhoni Wijaya, dan pengusaha Rico Dian Sari.

Kasus korupsi proyek pembangunan atau peningkatan jalan TES-Muara Aman Kabupaten Rejang Lebong dengan nilai proyek Rp 37 miliar dan proyek pembangunan atau peningkatan jalan Curug Air Dingin Kabupaten Rejang Lebong dengan nilai Rp16 miliar sedang disidik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Apa yang harus kami lakukan agar kami tidak berbuat korupsi ?" katanya kepada pemateri dari KPK yakni staf fungsional Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat, Ramadhoni.

Ilham, pelajar dari Sulawesi Barat menyoroti hubungan antara korupsi dengan utang pemerintah yang mau tidak mau utang itu akan menjadi beban anak-anak Indonesia saat menjadi pemimpin nanti. "Apa pengaruhnya korupsi dengan utang-utang saat ini," katanya.

Juratmadi, pelajar dari Nusa Tenggara Barat mengatakan korupsi sudah menjadi budaya tidak hanya lingkup negara tapi dalam lingkungan terkecil. "Korupsi ada di lingkungan kecil. Seolah jadi budaya dan sudah lazim," katanya menegaskan.

Dia juga meminta pandangan pemateri dari KPK, Ramadhoni tentang upaya melemahkan KPK mulai dari pembatasan kewenanan hingga hak angket KPK yang digulirkan Pansus DPR RI.

Perilaku-Integritas

Menanggapi kegelisahan anak-anak Indonesia yang hadir pada Forum Anak Nasional itu, Ramadhoni mengatakan anak Indonesia harus menjaga perilaku dan integritas sejak dini agar tidak menjadi koruptor ketika menjadi pemimpin nanti. Dia mengatakan perilaku yang baik dan berintegritas yang terbangun sejak anak-anak bisa menghindari perilaku korupsi saat dewasa karena pada dasarnya korupsi itu adalah perilaku.

Menurut dia, hal-hal kecil yang menjadi kebiasaan secara tidak sadar telah menjadi perilaku korupsi, tidak hanya terjadi pada anak-anak tetapi juga orang dewasa. "Harga buku Rp50 ribu, tapi kita kok minta ke orang tua Rp100 ribu," kata Ramadhoni saat memberikan contoh perilaku korupsi yang terjadi pada anak-anak.

Ia mengatakan anak-anak harus terbiasa bersikap jujur kepada orang tua, teman dan kepada lingkungannya. Perilaku korupsi lain yang dilakukan anak-anak adalah menyontek saat ujian. "Ada yang asyik membuat contekan, melebihi belajarnya," katanya menegaskan.

Dia meminta anak-anak menghindari menyontek saat ulangan karena menyontek adalah perilaku korupsi, namun dianggap lumrah. "Sekali nyontek ketahuan, maka nanti akan berusaha mencari tahu untuk bisa menyontek lagi agar tidak ketahuan. Terus cari cara agar tidak ketahuan," katanya.

Demikian juga dengan korupsi. Koruptor akan berusaha terus mencari cara berkorupsi. "Jika ketahuan maka akan cari cara lain agar korupsi tanpa diketahui," ujarnya.

Perilaku korupsi lain adalah pemotor termasuk pelajar naik sepeda motor hingga melewati trotoar juga menjadi perilaku korupsi yang umum terjadi di masyarakat. Perilaku ini berarti mengambil hak orang lain yakni pejalan kaki. Perilaku dan integritas dalam mencegah korupsi tidak mudah jika hanya dilakukan sendiri-sendiri tapi perlu secara bersama-sama di dalam masyarakat termasuk di dunia pendidikan.

Seringkali, orang yang berintegritas dianggap aneh oleh lingkungan yang sudah terlanjur dan terbiasa dengan kecurangan dan perilaku korupsi lainnya. Dia mengajak anak-anak itu untuk secara bersama-sama menciptakan perilaku bersih dan antikorupsi dalam kehidupan sehari-hari.

"Indonesia harus bersih. Jangan menganggap sesuatu yang biasa itu benar. Biasakan yang benar dan bukan membenarkan yang biasa. Cari lingkungan yang baik," katanya.

KPK juga mengajak anak-anak Indonesia yang sebentar lagi memiliki hak pilih itu untuk tidak memilih pemimpin yang korupsi. "Kalau mau bebas korupsi, pemimpin harus bebas korupsi. Kalau masih korupsi, kalian yang harus ganti mereka. Kalian yang harus jadi pemimpin," katanya. 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement