Jumat 21 Jul 2017 17:07 WIB

Publik Dipaksa Terima PT 20 Persen Relevan untuk Pemilu 2019

Rep: Amri Amrullah/ Red: Bayu Hermawan
Pengamat Politik Siti Zuhro.
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Pengamat Politik Siti Zuhro.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhroh memandang Undang Undang (UU) Pemilu serentak dengan presidential threshold (PT) 20 persen merupakan logika yang dipaksakan.

Penggunaan PT 20 persen terkait Pemilu serentak, secara logika menurutnya tidak nyambung. PT 20 persen itu tidak relevan dan tidak masuk akal dengan pelaksanaan pemilu serentak.

"Kesannya kuat publik menangkap yang dimunculkan ada pemaksaan terhadap PT 20 atau 25 persen itu untuk diberlakukan dalam pemilu 2019," katanya kepada Republika.co.id, Jumat (21/7).

Pengamat yang akrab disapa Mbak Wiek, mengkritik komentar soal PT 20 persen akan menghasilkan pemimpin berkualitas. Argumentasi itu menurutnya tidak berdasar.

Argumentasi yang sama pernah disampaikan terkait parliamentary thershold, semakin dibesarkan dalam pemilu legislatif, partai yang ada semakin ramping dan berkualitas.

"Tapi ternyata tidak juga seperti itu. Malah justru tambah banyak," ujarnya.

Jadi asumsi itu menurutnya tidak mendasar, tidak bisa dijadikan kesimpulan. Rivalitas demokrasi itu adalah peran partai politik, karena itu parpollah yang jadi peserta pemilu.

Namun sangat ironi parpol yang seharusnya menguatkan demokrasi justru kehilangan filosofinya. "Kehilangan teks dan konteks dalam demokrasi," katanya.

Menurutnya, pola pikir parpol saat ini hanya jangka pendek. Parpol saat ini hanya berpikiran bagaimana bertahan di pemilu selanjutnya, bukan membangun budaya pemilu yang demokratis dan berkualitas dalam jangka panjang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement