Jumat 21 Jul 2017 15:17 WIB

Fahri Hamzah: PT 20 Persen Belum Tentu Muluskan Jalan Jokowi

Rep: Kabul Astuti/ Red: Andri Saubani
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fahri Hamzah (kiri).
Foto: ROL/Abdul Kodir
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fahri Hamzah (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakan UU Pemilu dengan besaran presidential threshold (PT) 20 persen yang disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI, Kamis (20/7), belum tentu memuluskan jalan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke kursi presiden dalam Pilpres 2019. Fahri menilai semua masih bersifat spekulatif.

"Kalau orang mengatakan bahwa ini cara Pak Jokowi menghambat orang lain, saya kira sudah banyak partai yang bisa mengajak orang lain. Dan kita juga nggak tahu nasib Pak Jokowi kan. Bisa jadi juga Pak Jokowi yang nggak dapat tiket. Siapa bilang dia dapat tiket, belum tentu," kata Fahri Hamzah, Jumat (21/7).

Fahri mengatakan dari dua kandidat presiden yang ada sekarang, Prabowo Subianto lebih kuat pengaruhnya kepada partai dibandingkan Jokowi. Prabowo adalah Ketua Umum Partai Gerindra, sementara Jokowi bukan ketua umum partai tertentu. Menurut Fahri, Jokowi bisa saja ditinggalkan oleh banyak partai.

Fahri menilai, yang punya pengaruh terhadap partai dan sudah punya modal suara riil untuk mencalonkan diri adalah Prabowo Subianto. Karena itu, Fahri menyatakan, pengesahan UU Pemilu ini tidak memberikan jaminan akan menguntungkan Jokowi.

"Jadi substansi politik ini debatable, tapi substansi konstitusional menurut saya ini akan sulit dibela di Mahkamah Konstitusi," kata Fahri. Ia yakin bila UU Pemilu ini diujimaterikan di Mahkamah Konstitusi, kemungkinan besar akan menang.

Fahri berpendapat, debat tentang sistem pemilu ini harusnya dilakukan oleh presiden yang akan datang pada awal masa kepresidenannya guna menyusun satu perundang-undangan yang ideal. Jika perlu, lanjut Fahri, presiden yang akan datang sudah punya proposal untuk mengajukan sistem dan paket perundang-undangan pemilu, termasuk UU Partai Politik.

Fahri berharap UU Partai Politik ke depan bisa menuntaskan masalah laten yang selama ini ada di tubuh parpol. Di antaranya, menyangkut pembiayaan, korupsi, etika, dan hubungan antara pejabat publik dengan partainya. Menurut Fahri, semua harus diatur secara komprehensif, termasuk political funding bagi calon pejawat.

Wakil Ketua DPR RI ini juga berharap agar Undang-Undang Pemilu ke depan lebih banyak berbasiskan pemikiran, bukan kepentingan jangka pendek kelompok tertentu. "Saran saya tahun ini adalah tahun terakhir kita membuat undang-undang pemilu menjelang pemilu. Seharusnya presiden yang akan datang membuat UU pemilu yang tuntas di awal sehingga masa persiapan partai dan masyarakat untuk ikut pemilu bisa berlangsung lebih baik," kata Fahri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement