REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menyatakan kekhawatiran munculnya calon tunggal dalam Pemilu Presiden 2019 yang disebabkan ambang batas presiden atau presidential threshold 20-25 persen merupakan hal yang berlebihan. "Kekhawatiran itu hal yang berlebihan," ujar Sekjen PPP Arsul Sani di arena Mukernas PPP, di Ancol, Jakarta, Jumat (21/7).
Arsul menyampaikan jika partai-partai politik yang menolak presidential threshold 20-25 persen, yakni Gerindra, Demokrat, PKS dan PAN, menggabungkan kekuatan maka berdasarkan perolehan kursi DPR RI 2014 lalu mereka sudah bisa mencapai angka 20 persen lebih dan mencalonkan presiden.
"Kita coba membayangkan, kalau Gerindra, PKS dan PAN bergabung bertiga saja dengan mengacu perolehan Pilleg 2014 lalu sudah 20 persen lebih, apalagi jika ditambah Demokrat," kata dia.
Sebelumnya dalam Rapat Paripurna tentang RUU Pemilu, enam fraksi yakni PDIP, Golkar, Nasdem, Hanura, PKB dan PPP sepakat menyetujui ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara nasional. Empat fraksi lain yakni Gerindra, Demokrat, PAN dan PKS tidak setuju dan memilih keluar dari ruang rapat atau walkout.
Empat partai yang meninggalkan ruang sidang menginginkan presidential threshold nol persen dengan pertimbangan bahwa Pemilu Legislatif dan Pilpres 2019 dilaksanakan serentak sehingga tidak ada landasan bagi ambang batas presiden. Jika menggunakan hasil perolehan kursi Pemilu Legislatif 2014, hal itu dinilai seperti menggunakan tiket lama untuk Pilpres 2019.
Meskipun demikian, Arsul Sani menekankan, sejumlah partai yang menghendaki ambang batas pencapresan nol persen sejatinya siap berkompromi dengan opsi 10-15 persen dalam sesi lobi-lobi kemarin. "Itu kan juga tidak memberikan keadilan yang sama kalau 10-15 persen," kata Arsul.