Kamis 20 Jul 2017 14:44 WIB

Pembubaran Ormas Pakai Perppu Otoritatif Dinilai tak Adil

Rep: Amri Amrullah/ Red: Karta Raharja Ucu
Perppu Ormas (ilustrasi)
Foto: Mardiah
Perppu Ormas (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah telah mencabut status hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sebagai ormas melalui dasar hukum yang otoritatif yaitu Perppu Ormas. Menurut Ketua PP Pemuda Muhammadiyah bidang Hukum, Faisal, Perppu Ormas yang memiliki watak hukum represif ini menjadi alat otoritatif negara membungkam prinsip tegaknya negara demokratis.

Ia menuturkan, salah satu ciri negara demokratis adalah semua pelbagi persoalan bangsa idealnya mencari jalan kebenaran melalui peradilan. "Spirit Perppu yang meniadakan peran peradilan adalah bukti subyektifitas negara telah mendelegitimasi supremasi peradilan," ujarnya kepada wartawan, Kamis (20/7).

Sampai detik ini, menurutnya, alasan obyektifitas keluarnya Perppu justru tidak kontekstual. Apalagi asas contrarius actus yang melandasi lahirnya Perppu menjelaskan tujuan subyektifitas Pemerintah.

Contrarius actus yang dimaknai kewenangan pemerintah agar secara langsung dapat cabut status hukum Ormas. Padahal UU Ormas tidak mengatakan demikian, tahapan penjatuhan sanksi yang sudah cukup jelas dan memadai malah dianggap tidak efektif dimata Pemerintah.

"Perppu Otoritatif dipakai sebagai landasan untuk bubarkan ormas HTI jelas itu tidak adil," tegasnya.

Secara subtansi hukum Pemerintah kini telah menjadi absolut. Meninggikan kewenangannya dan disaat yang sama meniadakan kewenangan peradilan.

Padahal, jelas dia, sebelum Perppu ini lahir, Peradilan jadi tempat untuk membuktikan tuduhan materiil Pemerintah terhadap HTI. Kesempatan yang sama HTI diberikan hak membela diri.

"Sejatinya negara demokratis percaya lembaga peradilan. Lantas mengapa Perppu ini hadir memangkas peran peradilan sebagai tempat berakhirnya tuduhan dan pembelaan," ungkap Faisal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement