REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta masih menunggu petunjuk teknis dari Kementerian Pariwisata RI mengenai implementasi pengembangan wisata halal di daerah ini.
"Kami masih menunggu petunjuk teknis (juknis) dari pemerintah pusat. Saat ini wisata halal di DIY masih dalam perencanaan," kata Sekretaris Dinas Pariwisata (Dispar) DIY Ruse Sutikno di Yogyakarta, Jumat (14/7).
Ruse menilai konsep wisata halal memiliki prospek yang bagus untuk dikembangkan di DIY. Hal ini, menurut dia, mempertimbangkan kecenderungan naiknya minat wisatawan dari negara-negara Timur Tengah, serta negara-negara berpenduduk mayoritas muslim lainnya datang ke DIY.
Menurut dia, persentase wisatawan Timur Tengah saat ini mencapai lima persen dari wisatawan mancanegara yang datang ke DIY. Sedangkan wisatawan dari negara-negara berpenduduk mayoritas muslim yang kerap datang ke DIY di antaranya dari Malaysia dan Pakistan.
"Wisatawan dari negara-negara muslim memang sangat selektif mencari masakan atau kuliner saat berwisata di Yogyakarta, meskipun kami menjamin 90 persen masakan di DIY halal," kata dia.
Ruse mengatakan, kendati desain pengembangan wisata halal belum ditetapkan, hampir seluruh layanan pariwisata di DIY secara mandiri telah menerapkan prinsip-prinsip halal. Selain diadopsi pada aspek kuliner, prinsip halal juga ditemukan pada layanan-layanan wisata lainnya seperti penyediaan tempat ibadah, tempat wudlu dan kamar mandi pria-wanita yang dipisah.
"Misalnya mau menginap satu kamar di hotel, setiap tamu kan diseleksi di pasangan suami istri atau bukan. Ini adalah bentuk persyaratan wisata halal yang sebetulnya sudah ada sebagian yang melaksanakan," kata dia.
Menurut Ruse, jika betul-betul diterapkan, konsep wisata halal bisa berkontribusi mendongkrak kunjungan wisatawan mancanegara di DIY. Dispar DIY menargetkan 400 ribu kunjungan wisatawan mancanegara pada 2017, meningkat dari target 2016 sebanyak 360 ribu kunjungan.
Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY Herman Tony sependapat bahwa pasar wisata halal atau berbasis syariah dapat menjadi alternatif untuk meningkatkan kunjungan wisata serta okupansi atau tingkat hunian kamar hotel di DIY.
Menurut Herman, hingga saat ini dari 92 hotel berbintang di DIY belum ada 10 persen yang telah bersertifikasi halal. Selain disebabkan rendahnya kesadaran pengelola hotel, juga disebabkan minimnya asesor Lembaga Sertifikasi Usaha (LSU) yang memiliki spesifikasi dalam bidang syariah. "Sehingga untuk pengurusan aspek halal pada perhotelan di Yogyakarta memang baru mencakup makanan dan minuman saja," kata dia.