Kamis 13 Jul 2017 20:02 WIB

Politikus PPP: Polisi Duduk Bersama Tersangka Wajar

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Ratna Puspita
Empat pelaku penusukan terhadap ahli telematika dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Hermansyah, yakni Edwin Hitipeuw, Lauren Paliyama, Erick Birahy dan Richard Patipelu dihadirkan saat jumpa pers pengungkapan kasus di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (13/7).
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Empat pelaku penusukan terhadap ahli telematika dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Hermansyah, yakni Edwin Hitipeuw, Lauren Paliyama, Erick Birahy dan Richard Patipelu dihadirkan saat jumpa pers pengungkapan kasus di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (13/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR RI Asrul Sani menganggap cara kepolisian menggali informasi dengan cara duduk bersama tersangka merupakan hal yang wajar. Namun, dia mengusulkan agar kepolisian juga melakukan hal serupa, termasuk kasus-kasus yang terkait dengan politik.

Asrul mengatakan kasus penganiayaan dan penusukan ahli IT Institut Teknologi Bandung (ITB) Hermansyah merupakan kasus pidana yang tidak ada kaitannya dengan politik sehingga wajar kalau kepolisian duduk bersama untuk menguak informasi. Apalagi, Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Mochammad Iriawan melakukan hal tersebut untuk menggali keterangan dari dua tersangka penganiayaan Hermansyah, yaitu Laurens Paliyama (31 tahun) dan Edwin Hitipeuw.

"Namun harus diakui, pejabat Polri tidak melakukan hal yang sama, pada kasus-kasus yang bersinggungan dengan masalah politik. Hal semacam itu bisa menjadi kontroversial," ujar dia, Kamis (13/7).

Menurut Asrul, model pendekatan yang sama pada tersangka pembacokan Hermansyah seharusnya bisa dilakukan dalam kasus-kasus yang bersinggungan dengan aspek politik. Dia mengakui hal tersebut juga dapat memicu kontroversi, bahkan kepolisian bisa mendapat stigma negatif dari masyarakat.

Namun, dia mengatakan, hal tersebut juga sekaligus akan menunjukkan kepolisian memosisikan semua tersangka, apapun kasusnya, dalam kondisi yang sama. Pada gilirannya, perlakuan yang sama justru akan menghilangkan stigma kepolisian mengistimewakan tersangka tertentu.

"Ya untuk menghilangkan negatif seperti yang saya sampaikan diatas, Polri mesti menunjukkan sikap ekuivalen dalam pendekatan penanganan kasus. Tanpa sikap ekuivalen itu maka stigma yang ada sulit hilang," kata Asrul.

Pengamat Kepolisian Bambang Widodo Umar juga menjelaskan bukan menjadi masalah kalau polisi duduk bersebelahan dan menggali informasi dari tersangka. Dia menjelaskan kepolisian memang tidak diperbolehkan memperlakukan para tersangka, dalam kasus apapun, dengan cara yang berbeda. Atau, dengan kata lain, ada tersangka yang mendapat perlakukan istimewa. Ia juga menginginkan agar tidak ada niat yang menyimpang atau perlakuan diskriminatif terhadap tersangka.

Namun, dia mengatakan, Kapolda memiliki cara dan pendekatan untuk menggali data dan informasi dari para tersangka. Karena itu, dia menyebutkan, hal tersebut tidak bisa dilarang.

Kalau pun cara itu memunculkan stigma, Bambang mengatakan, hanyalah pandangan masyarakat awam. "Itu adalah memang struktur kepolisian yang ada di Indonesia sehingga yang perlu diperbaiki agar stigma negatif hilang, adalah struktur kepolisiannya," kata dia ketika dihubungi Kamis (13/7).

Bambang mengatakan awalnya dia sama seperti masyarakat yang khawatir kasus Hermansyah bakal bernasib sama seperti kasus penyiraman air keras kepada penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. "Iya saya semula khawatir, jangan-jangan seperti kasus Novel saat dibesuk, ternyata malah tanya soal masalah dagang jilbab istrinya, lalu sampai sekarang //enggak ketemu// pelakunya," kata dia.

Namun, polisi ternyata dengan sigap berhasil menemukan para pelaku yang diduga melakukan penyerangan terhadap Hermansyah di Tol Jagorawi pada Ahad (9/7) dini hari. "Untuk kasus Hermansyah, //kan// sudah tertangkap, jadi kita ikuti dulu perkembangannya," ujar dia saat dihubungi, Kamis (13/7) sore.

Jika memang ada kekhawatiran merekayasa pelaku dan kasus tersebut maka masyarakat dapat mengawasi. Dia menerangkan Suatu kasus kriminal akan terlihat kejanggalannya kalau memang direkayasa. Dia menambahkan pasti ada celah-celah kejanggalan yang terlupakan untuk ditutupi sehingga muncul ke permukaan. "Itu sudah alamiah, nah di situ peran pengacara dituntut kecerdasannya. Ibarat sepandai-pandai tupai melompat akan bisa jatuh juga," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement