REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak menyatakan pada dasarnya pembubaran Organisasi Masyarakat (Ormas) yang tidak sesuai dengan Pancasila dan mengancam kerukunan bisa dilakukan. Namun, langkah itu tetap harus ditempuh dengan cara formal dan konstitusional.
"Tentu harus tetap ditempuh dengan cara formal-konstitusional, melalui mekanisme hukum yakni melalui pengadilan," kata Dahnil dalam keterangan tertulisnya, Rabu (12/7).
Dahnil juga mewanti-wanti pemerintah agar jangan sampai pemerintah justru bertindak represif seperti era orde baru. Karena, kata Dahnil, justru laku seperti itu berpotensi abuse of power dan pasti mengancam demokrasi Pancasila yang sudah tertata selama 20 tahun belakangan.
Represifitas akan sangat berbahaya, bukan justru "mematikan" ormas yang berideologi atau berlaku tidak sesuai dengan identitas ke-Indonesian. "Justru mereka bisa melakukan konsolidasi dan memperkuat diri karena merasa dizalimi. Maka, jalan hukum harus selalu dipilih dan ditempuh oleh pemerintah," tambahnya.
Selanjutnya, dengan menggunakan cara soft approach atau pendekatan halus terhadap ormas-ormas yang terindikasi melenceng dari Pancasila. Dahnil beralasan, hal itu agaknya akan lebih tepat dan efektif. Karena soft approach tidak menyebabkan dampak kebencian dan dendam yang kemudian melahirkan kelompok-kelompok radikal baru.
Lanjut Dahnil, langka soft approach bisa dilakukan oleh Pemerintah dibantu oleh organisasi memasyarakat seperti Muhammadiyah, Persis, Al-Irsyad, HKBP, Nomensen, Walubi, PGI dan organisasi kemasyarakatan lainnya. Yaitu, sambungnya, melalui intensifitas dialog, pembinaan secara berkelanjutan.
"Karena bagi saya upaya hard approach dengan pembubaran tidak akan pernah mematikan ideologi, bahkan jangan-jangan bisa menjadi lebih kuat, karena mereka merasa dizalimi," paparnya.
Sebab, tutut Dahnil, hal itu berbeda dengan apabila ada fakta secara hukum mereka melakukan tindakan ancaman dan anarkisme yang merusak Indonesia.