Rabu 12 Jul 2017 20:51 WIB

Pakar Hukum Ini Nilai Perppu Sebagai Produk Prematur

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Andi Nur Aminah
Peraturan Perundang-Undangan (ilustrasi)
Foto: kemenkumham.go.id
Peraturan Perundang-Undangan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam sistem demokrasi yang dianut, ternyata pemerintah Indonesia lebih memilih jalan pintas dengan membuat Perppu, dibanding mekanisme pengadilan yang diprediksi butuh waktu panjang. Kegaduhan baru potensial mencuat karena lahirnya Perppu, yang banyak dinilai pakar hukum sebagai produk prematur.

Hal itu diungkapkan Analis Sosial Budaya Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Rida Hesti. Dia mengungkapkan wacana pembubaran HTI oleh pemerintah nyata melahirkan kontraksi di beragam kalangan. "Tidak hanya HTI, tapi kabarnya, semua kelompok ormas yang dianggap kontra Pancasila dan UUD 1945 juga hendak dibubarkan," ujar dia dalam rilis, Rabu (12/7) sore.

Proses pembubaran ormas melalui Perppu ini, ditengarai sebagai langkah mencederai kekuasaan dalam ruang demokrasi negeri ini. Rekayasa sosial melalui langkah politis ini, menunjukkan kekuasaan dapat membunuh gagasan suatu kelompok ormas secara tebang pilih.

Konstruksi ini, menurut Rida, dapat dimaknai sebagai pembungkaman terhadap gagasan yang dianggap berpotensi berseberangan dengan penguasa. Kekhawatiran dan ketakutan kolektif untuk mengikatkan diri dan kelompok, dalam suatu ikatan keagamaan juga dapat dipertimbangkan bahayanya.  

"Generasi beradab hanya dapat lahir dengan keterikatannya terhadap nilai-nilai yang diyakininya sebagai keimanan.  Kecerobohan dalam memutus ikatan ini berpotensi menjauhkan generasi bangsa dari peradaban luhur yang menjadi cita-cita bersama," ujar Rida.

Rida menyuarakan, rezim Jokowi harus bisa menjawab pertanyaan krusial, bukankah Perppu yang dikeluarkan itu hakikatnya mencederai kultur Demokrasi yang dianut? Apakah Perppu tidak merontokkan hak-hak konstitusional sipil dari warga negara? Apakah Perppu kali ini adalah produk konstitusional? Mengingat konten Perppu ada poin penting.

Pemerintah langsung menghapus belasan pasal UU Ormas yang dulu dibahas dengan sangat hati-hati, di antaranya:

1. Poin penting pertama yang direvisi dari UU 17/2013 adalah soal lembaga yang mengeluarkan izin pembubaran ormas. Pemerintah berpendapat, seharusnya lembaga yang mengesahkan ormas, juga punya wewenang untuk membubarkan.

2. Poin kedua, adalah tentang ajaran dan tindakan yang bertentangan dengan Pancasila. Pemerintah berpendapat UU No.17 tahun 2013 mendefinisikannya secara sempit.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement