REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melontarkan rencana pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke luar Jawa. Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah menjadi kota yang digadang-gadang akan menjadi lokasi ibu kota yang baru.
Wakil Wali Kota Palangkaraya Mofit Saptono Subagio mengatakan, hingga saat ini pemerintah kota belum menerima surat resmi tentang rencana dan hasil kajian yang dilakukan pemerintah pusat.
Namun, jika rencana itu terealisasi, maka pemindahan ibu kota ke Kota Palangkaraya menurutnya harus melibatkan potensi lokal. Pemerintah kota tentu akan bekerja ketika memang diminta untuk mempersiapkan, dengan mengoptimalkan potensi-potensi yang ada di wilayah Kota Palangkaraya.
Mofit menegaskan perlunya perencanaan yang matang, berdasarkan kajian yang mempertimbangkan berbagai aspek. Risiko sosio-kultural menjadi kekhawatiran yang paling mengedepan.
Jangan sampai, kata dia, pemindahan ibu kota turut memindahkan masalah-masalah yang sekarang ada di ibu kota DKI Jakarta ke Palangkaraya. "Artinya ketika Jakarta itu dipindahkan dengan persoalan-persoalan yang ada pada saat sekarang, ya ke depannya jangan sampai persoalan-persoalan di Jakarta itu dipindahkan ke Kota Palangkaraya," kata Mofit kepada Republika, Rabu (12/7).
Terhadap pro kontra di tengah masyarakat, Mofit menilainya sebagai hal yang wajar. Masyarakat melihat ibu kota Jakarta kerap dilanda banjir, macet, serta sarat berbagai tindak kriminal. Mereka menyaksikan semua itu tiap hari dari media massa. Karena itu, lanjut Mofit, wajar ketika sebagian warga Palangkaraya menyimpan kekhawatiran jika kotanya kelak menjadi seperti Jakarta saat ini.
Mofit berpendapat, risiko-risiko semacam itu ada di kota besar manapun juga. Risiko itu bisa diminimalisir kalau diatur dengan baik.
Wakil Wali Kota Palangkaraya hanya berharap agar pemerintah pusat dapat melibatkan potensi-potensi lokal di Kalimantan Tengah dalam menggodog rencana pemindahan ibukota.
Menurut dia, Kalteng mempunyai banyak sumber daya manusia yang bisa memberikan pertimbangan dan masukan. "Ketika rencana itu direalisasikan, maka tentunya jangan sampai ada kesan memarjinalkan masyarakat lokal. Peran serta masyarakat lokal, peran serta pemikir-pemikir dan sumber daya manusia lokal yang ada itu, perlu dioptimalkan," kata Mofit.
Mofit menjelaskan pakar-pakar di Kalteng tentu lebih mengenal baik wilayahnya, sehingga bisa memberikan berbagai macam masukan dari berbagai aspek, baik aspek teknis, ekonomi, sosial, budaya, dan kemasyarakatan. Ia menegaskan, pelibatan sumber daya manusia setempat lokal itu perlu benar-benar dilakukan oleh pemerintah RI.
"Sumber daya manusia yang ada di Kota Palangkaraya dan Kalimantan Tengah dengan pemikiran-pemikirannya tentunya jauh lebih memgenal daerahnya, baik secara sosial, budaya, maupun teknis kemasyarakatan lainnya," ujar Mofit.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Palangkaraya ini menepis desas desus tentang kenaikan harga tanah di Palangkaraya. Menurut Mofit, kenaikan harga tanah masih dalam bentuk yang wajar, tidak ada hubungannya dengan rencana pemindahan ibukota pemerintahan.