REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla (JK) mengatakan, persoalan radikalisme saat ini tidak lagi berasal dari agama tertentu, namun disebabkan karena perkembangan teknologi yang semakin pesat.
Wapres menilai, hal ini tentu menjadi tantangan bagi para aparat kepolisian, apalagi penyebaran radikalisme melalui media sosial sangat cepat sehingga banyak terjadi konflik. "Radikalisme sekarang yang paling radikal itu bukan ustaz lagi, bukan pendeta, tapi teknologi," ujar JK, Selasa (11/7).
JK melanjutkan, kemudahan akses internet dan kecepatan informasi membuat masyarakat semakin berani bertindak. Jusuf Kalla mencontohkan, pelaku bom panci yang terjadi di Bandung beberapa waktu lalu belajar merakit bom hanya dari internet.
"Tidak perlu lagi orang datang kursus, tinggal buka internet maka terjadilah bom," kata Jusuf Kalla.
Jusuf Kalla mengatakan, kepolisian harus siap menghadapi tantangan kecepatan teknologi. Apalagi kebutuhan teknologi di kalangan masyarakat semakin besar dan tidak ada perbedaan diantara masyarakat perkotaan maupun pedesaan. Oleh karena itu kepolisian harus memperkuat sistem teknologinya agar dapat mencegah timbulnya konflik-konflik sosial yang masif di masyarakat.
Menurut Jusuf Kalla, konflik-konflik yang terjadi di sejumlah daerah bukan disebabkan oleh konflik agama melainkan kesenjangan ekonomi dan ketidakadilan politik. Selain itu, konflik bisa terjadi karena perbedaan yang terlalu dibesar-besarkan.
"Jadi dalam konflik sosial pertama harus diketahui dulu apa sebabnya, terjadi dimana, siapa, baru kita cari bagaimana solusinya, selesaikan inti persoalannya," ujarnya.