REPUBLIKA.CO.ID, CIBINONG -- Kasubag Umum dan Kepegawaian Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor Ngudiyanta menyatakan, selain kekurangan guru PNS untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP), di wilayah Kabupaten Bogor juga mengalami kekurangan guru di tingkat Sekolah Dasar Negeri (SDN). Dari jumlah kebutuhan guru SDN yang mencapai 19.423, saat ini jumlah guru PNS hanya terdapat 7. 981 guru.
Menurut dia, normalnya setiap SD harus memiliki sembilan guru yang terdiri atas enam guru kelas, satu guru agama, satu guru Penjaskes dan satu kepala sekolah. Dari data yang dihimpun Subag Umum Kepegawaian Dinas Pendidikan, jumlah kekurangan guru terbesar adalah guru agama dengan jumlah kebutuhan guru sebanyak 2. 096 guru.
Saat ini hanya ada 596 guru agama. Sehingga kurangnya sekitar 1.500 guru agama. "Jadi harusnya setiap SD wajib ada guru agama satu, karena belum ada pengangkatan sejak 2014 jadi guru agama banyak sekolah menanggulanginya dengan guru honorer yang belum tentu lulusan agama," jelas Ngudiyanta saat ditemui Republika.co.id di Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor, Selasa (11/7).
Menurut dia, kenyataan tersebut memang memprihatinkan karena untuk pengangkatan guru adalah kebijakan pemerintah pusat. Dari pemerintah daerah, hanya mengajukan dan melaporkan apa-apa yang dibutuhkan di setiap daerahnya.
Selain itu, dia mengatakan, banyaknya jumlah pensiun disinyalir menjadi salah satu penyebab kurangnya guru agama. Jumlah PNS yang pensiun atau meninggal karena sakit dari 2014 mencapai 1.300 PNS, yang terdiri dari staf dan pengajar. "Ya, diperkirakan 80 persennya dari jumlah itu adalah guru," tegas dia.
Selain itu, lanjut dia, untuk guru kelas seharusnya ada sebanyak 14.127 guru. Namun yang ada saat ini hanya 5.730 guru saja. Adapun untuk guru Penjaskes, jumlah kebutuhan gurunya sebanyak 1.591 guru, namun yang ada sekarang hanya 173 guru.
Selama ini, kata dia, kekurangan guru tersebut memang diisi oleh guru honorer. Karenanya, sebagai bentuk kepedulian pemerintah daerah Kabupaten Bogor memberi tunjangan tambahan bagi para guru honorer yang diambil dari APBD.
Dia menerangkan, untuk nominalnya dimulai dari Rp 500 ribu hingga Rp 750 ribu per bulan. "Nominalnya itu tergantung masa kerja. Guru honorer dengan masa kerja nol hingga lima tahun dapat Rp 500 ribu, lima hingga sepuluh tahun dapat Rp 650 ribu, dan sepuluh tahun ke atas dapat Rp750 ribu," papar dia.
Namun yang disayangkan, jelas dia, pemberian kesejahteraan tersebut belum dibayarkan semua. Hingga saat ini, ada sekitar 9.000 guru honorer sudah dibayarkan, dan ada sekitar 3.000 guru honorer yang belum dibayarkan. "Itupun yang 9.000 itu baru dibayar sepuluh bulan, karena anggarannya belum cukup. Karena kan itu dana kesejahteraan khusus dari Pemda bukan diambil dari dana BOS," kata Ngudiyanta.