Selasa 11 Jul 2017 11:27 WIB

Agun Gunandjar: Saya Merasa Dizalimi

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Bilal Ramadhan
Agun Gunandjar Sudarsa
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Agun Gunandjar Sudarsa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR yang juga Ketua Pansus Hak Angket KPK, Agun Gunandjar, akhirnya memenuhi pemanggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi KTP-elektronik pada Selasa (11/7). Ketua Panitia Khusus Hak Angket KPK itu mengaku baru bisa memenuhi pemanggilan KPK lantaran tugasnya di DPR selaku ketua Pansus.

"Seharusnya saya memenuhi panggilan itu pada tanggal 4 Juni lalu. Namun, karena tugas DPR selaku ketua Pansus saya tidak bisa memenuhi panggilan tersebut. Untuk itu, saya berkirim surat, per tanggal 4 juli, dilampirkan dengan jadwal kerja saya selaku ketua Pansus," jelas Agun di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (11/7).

Artinya, sambung dia, persyaratan administratif tidak memenuhi panggilan sebelumnya menurutnya sudah ia patuhi. "Karena bagaimanapun proses hukum tidak bisa diabaikan. Namun, apa yang terjadi setelah saya tidak hadir, saya merasa saya dizalimi. Diberitakan di berbagai media saya mangkir, saya menghindar dari proses hukum, dan sebagainya," kata dia.

Pemeriksaan Agun terkait penyidikan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-el) dan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Andi Agustinus (AA).

Dalam dakwaan disebut Agun Gunandjar Sudarsa yang saat itu sebagai anggota Komisi II dan Badan Anggaran DPR menerima sejumlah 1,047 juta dolar AS terkait proyek KTP-el sebesar Rp 5,95 triliun itu.

"Penyidik akan terus mendalami dan mengklarifikasi pengetahuan para saksi terkait proses pengurusan anggaran KTP-elektronik dan indikasi aliran dana terhadap sejumlah pihak," kata Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah dalam keterangan tertulisnya, Selasa (11/7).

Terdakwa dalam kasus itu adalah mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri Sugiharto. Irman sudah dituntut tujuh tahun penjara, sedangkan Sugiharto dituntut lima tahun penjara.

KPK juga telah menetapkan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, mantan anggota Komisi II DPR RI 2009-2014 Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani, dan anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Golongan Karya Markus Nari sebagai tersangka dalam perkara tersebut. Andi disangkakan Pasal 2 Ayat (1) atas Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp 1 miliar.

Miryam S Haryani disangkakan melanggar Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Markus Nari disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement