REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak (GKIA) menyayangkan Badan Legislasi (Baleg) DPR yang menghilangkan larangan iklan rokok pada harmonisasi naskah Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 dari naskah yang sudah disusun Komisi I.
"Kami mengapresiasi naskah dari Komisi I yang melarang iklan mempromosikan minuman keras, rokok dan zat adiktif lainnya. Namun, kami menyayangkan dan prihatin terhadap Baleg yang menghilangkan kata 'rokok'," kata Koordinator Presidium GKIA, Supriyatiningsih dalam siaran pers di Jakarta, Kamis (6/5).
Supriyatiningsih mengatakan pelarangan iklan rokok di media penyiaran adalah langkah awal untuk memberikan perlindungan pada warga negara dari bahaya konsumsi rokok. Iklan rokok di media penyiaran adalah salah satu sumber penyebaran dan promosi konsumsi rokok yang saat ini masih diperbolehkan.
Karena itu, GKIA menilai penghapusan larangan iklan rokok dari naskah Revisi Undang-Undang Penyiaran adalah sebuah kemunduran dan akan menghambat perlindungan maksimal masyarakat dari paparan konsumsi rokok.
"Kami mendukung Komisi I untuk menolak rekomendasi hasil harmonisasi Baleg yang menghilangkan larangan iklan rokok di media penyiaran," tuturnya.
Supriyatiningsih juga mendesak Baleg untuk mempertahankan naskah Revisi Undang-Undang Penyiaran dari Komisi I yang melarang iklan rokok di media penyiaran.
"Membiarkan promosi dan iklan rokok menunjukkan negara menempatkan kepentingan industri rokok di atas kepentingan perlindungan kesehatan masyarakat dan kepentingan terbaik anak dengan membiarkan generasi muda terjerembab dalam adiksi rokok," katanya.
Di sisi lain, pelarangan iklan rokok merupakan perwujudan tanggung jawab negara untuk menghormati, menjamin dan memenuhi hak warga negara sesuai diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945.