Rabu 28 Jun 2017 12:04 WIB

Pengamat tak Yakin Pemerintah Ngotot Ingin PT 25 Persen

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Bayu Hermawan
Pilpres (ilustrasi)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Pilpres (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia, Aditya Perdana, mengkritisi pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengenai ambang batas pencalonan presiden (presidential treshold) yang tidak menciderai konstitusi. Menurutnya, pernyataan tersebut cenderung bukan mewakili sikap keseluruhan pemerintah.

Menurutnya, pembahasan rancangan undang-undang (RUU) Pemilu merupakan proses siklus yang berulang setiap kali menjelang pelaksanaan pemilu. Dia menuturkan, sejak dulu pemerintah tidak memiliki posisi jelas dalam setiap kali pembahasan RUU.

"Artinya, political stands dari pemerintah dalam menolak atau mendukung itu tidak pernah jelas. Sikap pemerintah seolah mengikuti arah partai politik (parpol) mau ngomong A, B atau C," ujar Aditya kepada Republika di Jakarta, Kamis (28/6).

Karena itu, dia menyoroti pernyataan Mendagri yang selalu menegaskan bahwa pemerintah menginginkan ambang batas pencalonan presiden di angka 20-25 persen kursi suara.

"Apakah benar itu maunya pemerintah? Tidak juga. Bisa jadi itu keinginan pemerintah dan parpol pendukung pemerintah hari ini," katanya.

Lebih lanjut, Aditya menjelaskan mengenai penyebab masih alotnya penyelesaian pembahasan RUU Pemilu. Dia memaparkan bahwa kondisi Pemilu 2109 nanti berberda dengan pemilu-pemilu sebelumnya.

Pada pemilu mendatang, parpol dan politisi tidak bisa menebak-nebak hasil perolehan suara maupun perolehan kursi, Ini disebabkan pelaksanaan pemilihan legislatif (Pileg) dan pemilihan presiden (Pilpres) yang dilaksanakan secara serentak. Dirinya menduga, sikap parpol maupun politisi yang sangat kukuh saat ini demi menjaga hasil di pemilu mendatang.

"Jika hasilnya belum bisa diprediksi, maka peraturannya dulu yang dibuat sedemikian rupa. Untuk Parpol besar seperti Golkar dan PDIP akan mencoba menjegal parpol menengah dan kecil sementara sebaliknya, parpolmenengah dan parpol kecil berupaya agar bisa mengusung calon," jelasnya.

Sebelumnya, Mendagri Tajhjo Kumolo menegaskan bahwa ambang batas presiden yang diusulkan pemerintah di angka 20-25 persen kursi suara masih sah dan berlaku. Bahkan usulan ini pun tidak bertentangan dengan konstitusi yang telah dibangun.

Tjahjo menjelaskan, putusan Mahkamah konsitusi (MK) Nomor 14/PUU-XI/2013 tidak membatalkan pasal 9 Undang-undang (UU) Nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wapres. Artinya ketentuan Presidential Treshold 20 persen kursi atau 25 persen masih sesuai. Rancangan Undang-undang (RUU) pemilu tidak menambah dan tidak mengurangi Pasal 9 UU 42/2008 yang tidak dibatalkan MK.

"Sehingga dengan demikian tidak benar jika dikatakan bertentangan dengan konstitusi," kata Tjahjo dalam keterangan tertulisnya, Senin (26/6).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement