Ahad 25 Jun 2017 17:41 WIB

GNPF Berharap Hubungan dengan Pemerintah Cair

Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) Bachtiar Nasir (ketiga kiri) bersama Wakil Ketua GNPF-MUI Zaitun Rasmin (kedua kanan) meninggalkan Kompleks Istana Kepresidenan usai bertemu Presiden Joko Widodo di Jakarta, Ahad (25/6).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) Bachtiar Nasir (ketiga kiri) bersama Wakil Ketua GNPF-MUI Zaitun Rasmin (kedua kanan) meninggalkan Kompleks Istana Kepresidenan usai bertemu Presiden Joko Widodo di Jakarta, Ahad (25/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Gerakan Nasional Pembela Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) berharap, agar hubungan kelompok tersebut dengan pemerintah dapat mencair usai Hari Raya Idul Fitri.

"Kami diterima Presiden dalam rangka silaturahim halal-bihalal hari raya Idul Fitri dan bagi kami, ini kesempatan dalam rangka momen halal-bihalal ini, hal-hal yang selama ini menjadi harapan kami jadi lebih cair suasananya karena terkait dengan suasana lebaran, beda dengan suasana demo," kata Ketua GNPF-MUI Bachtiar Nasir di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta, Ahad (25/6).

Bachtiar bersama dengan sejumlah pengurus gerakan tersebut antara lain M Kapitra Ampera Yusuf Muhammad Martak, Muhammad Lutfi Hakim, Habib Muchsin, Zaitun Rasmin dan Deni bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka setelah Presiden mengadakan "open house" bagi masyarakat.

Seperti diketahui, GNPF-MUI menggerakkan massa untuk ikut dalam "Aksi Bela Islam" yang pertama digelar pada 14 Oktober 2016. Selanjutnya muncul rangkaian Aksi Bela Islam pada 4 November 2016 yang lebih dikenal dengan aksi 411, pada 2 Desember 2012 atau 212, lalu aksi 313, dan aksi 28 Maret lalu.

Aksi tersebut dilatarbelakangi tuntutan merka dalam sidang penodaan agama yang dilakukan oleh mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Dalam pertemuan itu, Presiden, menurut Bachtiar menceritakan mengenai sejumlah program kerjanya. "Presiden mengemban amanat yang cukup berat dan berusaha menjalankan setiap program-programnya dengan berbagai macam cara pandang, ada yang suka dan tidak suka," katanya.

Presiden, lanjutnya, juga mengutarakan keharusan konsisten dalam program yang dijalankannya dan harus berani mengambil risiko itu. "Kami mendapatkannya keberpihakan beliau untuk ekonomi kerakyatan adalah hal yang cukup bagus adalah bagaimana kita dengar sekian belas juta hektar tanah diperuntukkan untuk masyarakat," katanya.

Meski demikian, Bachtiar mengaku, belum ada hal teknis yang dibicarakan dalam pertemuan tersebut. Pertemeun tersebut menurut dia merupakan ajang silaturahim sekaligus membangun komunikasi untuk mencairkan suasana.

"Alhamdulilah cair sekali dan kami mulai saling mengerti dan memahami, teknis belum dibicarakan," tambah Bachtiar.

Pengurus GNPF-MUI Muhammad Lutfi Hakim yang ikut dalam silaturahmi tersebut mengakui bahwa sebelumnya ada praduga antara Presiden dan GNPF-MUI yang menghalangi komunikasi.

Melalui silaturahmi tersebut, menurut dia, berbagai praduga yang terbangun bisa lebur, sehingga mengetahui masing-masing pemikiran dan aspirasi yang dibawa.

"Kami sepakat ke depan akan komunikasi lebih intensif lagi. Pemerintah dengan umat Islam juga tidak dalam suatu situasi berhadap-hadapan dalam konteks kebhinekaan, Pancasila, atau pun NKRI. Pak Presiden tidak memandang umat Islam seperti itu dan suasana itu yang ingin kita pelihara," kata Lutfi.

Sebelumnya Menteri Sekretaris Negara Pratikno menyatakan, bahwa Presiden Joko Widodo menerima rombongan GNPF-MUI karena pada Idul Fitri, Presiden membuka silaturahmi ke semua pihak. "Alasan mendasar bagi Presiden menerima karena sekali lagi, ini tadi acara Idul Fitri, 'open house'. Jadi beliau menerima siapapun yang memang ingin untuk bersilaturahmi, termasuk beliau-beliau ini," kata Pratikno.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement