Rabu 21 Jun 2017 01:00 WIB

Solusi Mudik Ala Suprarasional

Kepala Direktur Klinik Pendidikan MIPA Raden Ridwan Hasan Saputra
Foto: MGROL75
Kepala Direktur Klinik Pendidikan MIPA Raden Ridwan Hasan Saputra

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Raden Ridwan Hasan Saputra *)

Mudik nasional menjelang hari Raya Iedul Fitri adalah sebuah tradisi yang mendarah daging di masyarakat Indonesia. Jutaan orang akan kembali ke kampung halamannya masing-masing, setelah hampir 1 tahun bekerja di kota, khususnya di Jakarta. 

Mudik tahunan di saat menjelang hari raya Iedul Fitri sering menimbulkan banyak masalah seperti kemacetan luar biasa dan banyaknya kecelakaan lalu lintas yang terjadi di daerah jalur mudik. Kemacetan yang luar biasa pun bisa menyebabkan korban jiwa seperti kejadian di Brexit tahun 2016. 

Kemacetan parah terjadi pada saat mudik karena orang-orang melakukan mudik dalam waktu yang hampir bersamaan khususnya pada saat cuti bersama. Efek kemacetan parah menyebabkan para pengumudi mengalami kelelahan terutama yang ingin mempertahankan ibadah puasanya. Kelelahan tersebut menyebabkan menurunnya konsentrasi dalam mengemudikan kendaraan.  Hal ini menjadi salah satu penyebab terjadinya kecelakaan.

Masalah mudik nasional menjelang Iedul Fitri akan terus bertambah berat, sebab jumlah pemudik pasti semakin banyak, sementara penambahan ruas jalan lebih sedikit dari penambahan jumlah kendaraan. Perlu solusi yang luar biasa untuk membuat masalah mudik tidak menjadi lebih parah setiap tahunnya. Solusi yang bersifat rasional tidak berdampak signifikan dalam menyelesaikan masalah yang ada. 

Berikut ini sebuah ide dalam menyelesaikan masalah mudik di Indonesia berdasarkan cara berpikir suprarasional.

Memindahkan mudik ke Iedul Adha

Manfaat dari memindahkan mudik dari Iedul Fitri ke Iedul Adha adalah: (1) Banyak umat Islam yang mudik saat ini, tidak melaksanakan ibadah puasa dengan alasan dalam melakukan perjalananan, dengan mudik nasional dibuat di Iedul Adha maka umat Islam mayoritas akan menuntaskan puasa di bulan Ramadhan 1 bulan penuh.

(2) Pada sepuluh hari terakhir bulan puasa, yang penuh biasanya adalah pasar dan mall karena umat Islam berbelanja baju baru dan lain-lain untuk persiapan mudik atau untuk oleh-oleh buat sanak saudaranya di Kampung. Jika mudik dipindah ke Iedul Adha maka orang-orang akan lebih memilih untuk beritikaf di masjid, terutama pada saat 10 hari terakhir.

(3) Bermaaf-maafan yang biasa dilakukan setelah sholat Iedul Fitri akan langsung tepat sasaran, karena jika mudik nasional tidak dilakukan di Iedul Fitri, maka orang-orang akan langsung bermaaf-maafan dengan tetangganya yang selama ini mungkin paling menimbulkan dosa karena interaksi yang dilakukan. Sehingga jika ada masalah bisa langsung diselesaikan dengan baik.

Selama ini yang terjadi adalah orang-orang bermaaf-maafan di kampung halaman, sementara perbuatan dosanya dibuat di kota. Dan karena kesibukan masing-masing, terkadang antar tetangga di kota terlupa untuk minta maaf, akibatnya tidak jarang ada permusuhan antar tetangga yang tidak pernah damai walapun bertahun-tahun mengalami Iedul Fitri.

Dari sisi keamanan di perjalanan, jika orang-orang tidak dalam kondisi bulan Ramadhan, maka secara fisik akan lebih fit karena sebelumnya tidak melakukan puasa. Berkendaraan akan lebih aman karena tidak cepat lelah dan konsentrasi masih terjaga. Hal ini semoga bisa mengurangi peluang terjadinya kecelakaan lalu lintas di tengah padatnya kemacetan yang mungkin saja terjadi.

Saat Iedul Adha, umat Islam tidak terfokus pada Iedul Adhanya saja, tetapi bisa fokus pada puasa sunnah dua harinya atau pada pemotongan qurbannya di hari tasrik. Maka, mudik yang terjadi menjelang iedul Adha bisa jadi tidak berlangsung serentak. Sebab, setiap keluarga bisa memilih kapan akan pulang kampung sesuai dengan kesepakatan keluarga masing-masing, apakah akan memilih pas hari raya iedul adha, sehari sebelum puasa sunnah yang dilaksanakan dua hari atau pada saat di hari tasrik, yang penting bisa berkumpul bersama keluarga di kampung. Efeknya penumpukan pemudik di satu waktu pada mudik iedul fitri yang bisa menyebabkan kemacetan luar biasa akan bisa berkurang karena terjadi pemecahan target waktu mudik.

Manfaat lain jika mudik nasional dibuat pada saat hari raya Iedul Adha adalah umat Islam akan berkurban di kampung halamannya masing-masing. THR yang diperoleh bisa langsung digunakan untuk membeli hewan qurban di kampung halaman masing-masing. Sehingga keberadaan pemudik bisa langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat di kampung halaman khususnya oleh orang-orang yang tidak mampu.

Pada saat pemotongan hewan qurban akan terjadi interaksi antara pemudik dengan warga kampung sehingga silaturahim akan terjalin dan pasti akan mempererat hubungan persaudaraan yang selama ini kurang terjalin. Selain itu karena pemudik berqurban di kampung, maka para peternak di kampung tidak perlu menjualnya ke kota karena pembelinya datang ke kampung. Sehingga para peternak bisa mendapatkan untung lebih besar dan pemudik pun bisa mendapatkan kambing lebih murah karena tidak perlu mengeluarkan biaya transport.

Jika pemudik ingin mendapatkan hewan qurban lebih murah, maka pemudik bisa memberikan modal kepada peternak di kampung dengan membeli hewan qurban yang masih kecil kemudian dipelihara oleh peternak untuk dijadikan hewan qurban di tahun depan. Otomatis hal ini akan menguntungkan bagi peternak di kampung karena mendapat tambahan modal. Konsep ini akan mengurangi penjualan hewan qurban di pusat-pusat kota yang dilakukan oleh pedagang musiman yang terkadang bisa mengganggu lalu lintas, merusak pemandangan dan kurang menjaga kebersihan.

Manfaat lain yang jarang dipikirkan adalah hasil dari bulan Ramadhan benar-benar tercapai yaitu membentuk manusia yang bertakwa. Sebab pola hidup bulan Ramadhan dimana orang-orang Islam terbiasa bangun sebelum subuh untuk sahur diganti untuk sholat tahajud dan melaksanakan sholat sunnah lainnya seperti puasa 6 hari setelah Ramadhan,  puasa Senin Kamis atau puasa Nabi Daud.

Shlat berjamaah di masjid setelah bulan Ramadhan akan terus berlangsung karena semangat bulan Ramadhan masih terjaga. Manusia yang bertakwa ini merupakan aset bagi bangsa. Semakin banyak manusia bertakwa yang terbentuk akibat adanya bulan Ramadhan, maka akan semakin mudah bangsa ini menyelesaikan masalah. Sebab orang-orang yang bertakwa akan menyebabkan rahmat Allah turun dalam bentuk solusi dari masalah yang dihadapi bangsa dan mendatangkan rezeki yang tidak disangka-sangka. Masalah mudik pun pasti akan ditemukan solusinya. 

Solusi yang tidak pernah dipikirkan sebelumnya akan ditemukan ketika banyak orang bertakwa di Indonesia. Selama ini, akibat mudik menjelang idul fitri, pola yang terbangun di bulan ramadhan menjadi banyak yang hilang akibat pola hidup yang berubah ketika mudik. Sehingga Bulan Ramadhan yang merupakan bengkel atau tempat perbaikan akhlak tidak terlihat dampaknya.

Cara mewujudkan perubahan mudik

Supaya bisa mewujudkan perubahan mudik nasional dari hari raya Iedul Fitri ke hari raya Iedul Adha, pemerintah pusat harus membuat beberapa kebijakan diantaranya: (1) Menghapuskan cuti nasional menjelang dan sesudah hari raya Iedul Fitri dan memindahkan cuti nasionalnya menjadi di hari raya Iedul Adha. Jadi libur hari raya Iedul Fitri hanya 1 hari di hari Iedul Fitri saja. Kebijakan ini berlaku untuk semua PNS, TNI-POLRI, dan pegawai swasta. (2) Libur sekolah menjelang hari raya Iedul Fitri pun diubah, cukup hanya sehari saja seperti libur yang terjadi pada orang tuanya.

Peraturan ini, pasti akan mendapatkan tentangan dari umat Islam yang tidak paham manfaat yang terjadi. Maka, tugas pemerintah adalah mendekati para ulama, kiiai dan ustadz di seluruh Indonesia, untuk menyosialisasikan manfaat dari perubahan pola mudik ini. Selain itu pemerintah juga harus membangun kepercayaan umat Islam kepada pemerintah bahwa pemerintah sangat perhatian terhadap umat Islam.

Bentuk perhatian itu harus ditunjukan dengan berbagai program pemerintah dimana umat Islam difasilitasi tidak hanya kepentingan fisiknya, tetapi juga kebutuhan non fisik. Bentuk kepentingan non fisik diantaranya menganjurkan shalat berjamaah, melaksanakan puasa sunnah, memasyarakatkan baca tulis al quran dan lain sebagainya.

Hal yang tidak kalah penting, pemerintah harus memposisikan ulama dalam posisi terhormat di masyarakat. Bentuknya, pemerintah mendukung fatwa yang dibuat oleh para ulama, sehingga masyarakat patuh terhadap para ulama. Jika hal ini  dilakukan pemerintah, maka  kebijakan memindahkan waktu mudik nasional ke iedul adha akan didukung oleh para ulama dalam bentuk para ulama membuat fatwa untuk mendukunng kebijakan ini. 

Setelah sosialisasi ke seluruh wilayah di Indonesia satu tahun sebelum pelaksanaan kebijakan ini, maka pemerintah harus menerapkan aturan tegas dengan memberikan sangsi bagi orang-orang yang melanggar aturan ini. Semoga ide ini bisa dilaksanakan oleh pemerintah di masa yang akan datang.

Bogor, 20 juni 2017

*) Motivator Cara Berpikir Suprarasional, Pelatih Olimpiade Matematika Internasional untuk SD dan SMP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement