REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti dan istrinya Lily Martiani Maddari. Menanggapi hal tersebut Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla mengatakan, ada hal yang menarik dari OTT KPK beberapa waktu belakangan.
"Ada satu hal yang menarik sebenarnya, bahwa OTT itu sekarang tidak banyak di pusat tapi di daerah, berarti di Jakarta itu mungkin sudah lebih sadar akan pentingnya menjalankan aturan-aturan," ujar Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (20/6).
Jusuf Kalla mengatakan, pemerintah menyerahkan proses pemeriksaan OTT tersebut kepada KPK dan aparat hukum. Untuk diketahui, OTT tersebut hanya berselang 11 hari dari OTT terhadap Kasi Intel Kejati Bengkulu Parlin Purba yang terjadi pada 9 Juni 2017.
Ridwan Mukti merupakan gubernur Bengkulu untuk masa bakti 2016-2021. Kariernya sebagai gubernur merupakan puncak pencapaiannya sebagai politisi setelah sebelumnya pernah menjabat sebagai bupati Musi Rawas, Sumatera Selatan. Selain itu, dia juga pernah mengenyam sebagai anggota wakil rakyat di DPR RI selama dua periode.
Ridwan juga tercatat sebagai kader aktif sekaligus fungsionaris di DPP Partai Golkar, sehingga karirnya sebagai politisi terbilang bersinar. Dia juga dikenal sebagai politisi yang 'berisi'. Kecerdasannya membuat dia pernah didaulat menjadi Pimpinan Sidang Pertemuan Internasional Parlemen Muda Asia Eropa di Portugal, Bali, dan Italia. Ridwan juga aktif di berbagai organisasi asosiasi dan ormas seperti di Dewan Pengurus Pusat Kadin Indonesia, GAKPI, AMPG, AMPI, dan lain-lain. Ridwan saat ini juga tercatat sebagai Ketua Orwil Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) Sumatera Selatan.
"Ini kan gubernurnya teman baik, Ridwan Mukti, ini kan lagi diproses, kita tunggulah prosesnya apa yang terjadi sebenarnya kita belum tahu jelasnya," kata Jusuf Kalla.
Sepanjang Ramadhan, KPK telah melakukan empat OTT dari Surabaya sampai Bengkulu. Pada Senin (5/6) lalu KPK telah menangkap enam orang dalam OTT di Surabaya, Jawa Timur. Enam orang tersebut berasal dari unsur DPRD Jatim dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yakni Mochamad Basuki selaku Ketua Komisi B DPRD Jatim dari Fraksi Partai Gerindra, Bambang Heryanto (Kadis Pertanian Provinsi Jawa Timur), dan Rohayati (Kadis Peternakan Provinsi Jawa Timur). Mereka ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap terkait pengawasan kegiatan anggaran dan revisi peraturan daerah (perda) di Provinsi Jawa Timur tahun 2017.
Enam orang tersebut kini sudah berada di Gedung KPK. Barang bukti yang diamankan oleh penyidik KPK adalah uang sebesar Rp 150 juta, yang diamankan dari tangan RA di ruang Ketua Komisi B Jatim. Kemudian pada Jumat (9/6), KPK melakukan OTT terhadap jaksa di Bengkulu. Parlin Purba selaku Kasi III Intel Kejati Bengkulu ditangkap terkait kasus proyek-proyek di Balai Wilayah Sungai Sumatera 7 Bengkulu. Dalam kasus ini KPK menetapkan tiga tersangka yakni Parlin Purba, Amin Anwari selaku pejabat pembuat komitmen, dan Direktur PT Mukomuko Putra Selatan Manjudo Murni Suhardi.
Kemudian, KPK juga melakukan OTT di Mojokerto. Sebanyak enam orang yang diamankan dalam operasi tersebut, termasuk Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Pemkot Mojokerto dan tiga pimpinan DPRD Mojokerto. Suap dalam kasus ini dilakukan agar DPRD Kota Mojokerto menyetujui pengalihan anggaran dari anggaran hibah Politeknik Elektronik Negeri Surabaya (PENS) menjadi anggaran program penataan lingkungan pada Dinas PUPR Kota Mojokerto Tahun 2017 senilai Rp 13 Miliar. Dalam OTT ini, penyidik mengamankan uang total Rp 470 juta.
Kepala Dinas PU sebagai pemberi suap dijerat pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 20001 Jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara ketiga pimpinan DPRD Mojokerto sebagai penerima suap dalam kasus ini dijerat dengan pasal 12 huruf a atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 20001 Jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Kemudian, pada Selasa (20/6), KPK menangkap Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti beserta istrinya Lily Martiani Maddari.