REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito menyatakan empat jenis mi instan asal Korea positif mengandung babi, tanpa disertai peringatan pada kemasannya. BPOM telah memerintahkan pihak importir, yakni PT Koin Bumi, untuk menarik produk-produk tersebut dari peredaran.
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Saleh Partaonan Daulay mengapresiasi langkah BPOM mengoreksi berbagai hal yang dianggap tidak benar. Saleh menjelaskan, sebetulnya merk mi instan yang mengandung babi boleh saja dijual, dengan segmentasi konsumen non-muslim. Tentu saja, dengan disertai tanda peringatan pada label kemasannya.
"Kalau tidak ada labelnya, ini menjadi masalah sebab bisa saja dibeli dan dikonsumsi orang Islam. Sementara dalam ajaran Islam, daging babi betul-betul diharamkan. Ada ketidakjujuran yang dilakukan oleh importirnya," kata Saleh.
Dia mengungkapkan langkah BPOM untuk menarik beberapa mi instan asal Korea yang diduga mengandung babi perlu didukung dan diapresiasi. Tindakan tersebut dinilai sebagai salah satu upaya perlindungan konsumen yang memang sudah semestinya rutin dilakukan.
Namun, Saleh juga mempertanyakan kinerja BPOM. Menurutnya, sebelum izin impor diperoleh, biasanya pengusaha atau importir terlebih dahulu meminta izin kepada berbagai instansi terkait. Salah satunya, kepada BPOM untuk melihat tingkat keamanan bahan pangan yang akan diimpor tersebut.
"Waktu mengeluarkan izin, apakah BPOM tidak mengecek ini. Mestinya soal kandungannya juga harus diperiksa. Kenapa setelah masuk ke Indonesia baru kemudian ada temuan seperti ini?" ujar Saleh Partaonan mempertanyakan, dalam teks tertulis kepada Republika.co.id, Ahad (18/6).
Keempat produk mengandung babi tersebut, meliputi Mi Instan U-Dong dengan nama dagang Samyang, Mi Instan (Shin Ramyun Black) dengan nama dagang Nongshim, Mi Instan Rasa Kimchi dengan nama dagang Samyang, dan Mi Instan (Yeul Ramen) dengan nama dagang Ottogi. Keempat produk ini diimpor oleh PT Koin Bumi.
Wakil Ketua Komisi IX DPR ini meminta BPOM untuk menjelaskan kepada publik sejak kapan mi-mi tersebut beredar di tanah air. Bisa jadi, lanjut Saleh, mi instan tersebut telah banyak dikonsumsi oleh masyarakat tanpa mengetahui bahwa ada kandungan babi di dalamnya. "Kalau itu betul, bisa jadi ini kelalaian pihak BPOM untuk melakukan antisipasi," ujarnya.
Saleh menilai perlu ada penjelasan resmi dari BPOM terkait peredaran keempat produk mi instan asal Korea ini. Kasus ini menurutnya, harus betul-betul menjadi perhatian BPOM. Apalagi, di saat umat Muslim menjalankan ibadah puasa, perlindungan konsumen sangat perlu diperhatikan dan diutamakan.