Kamis 15 Jun 2017 19:24 WIB

Ingin PT 20 Persen, Pemerintah Pertimbangkan Opsi Perppu Pemilu

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Ratna Puspita
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo (kanan) bersalaman dengan Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Edy (kiri) sebelum memulai rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/6).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo (kanan) bersalaman dengan Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Edy (kiri) sebelum memulai rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan tetap pada pendirian ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold)pada 20-25 persen. pemerintah pun mempertimbangkan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Penyelenggaran Pemilihan Umum (Pemilu).

Opsi ini menyusul pembahasan di DPR yang tidak kunjung menemui titik temu. Jika pemerintah bersikukuh pada usulan ambang batas pencalonan presiden 20-25 persen maka DPR belum menemui kata sepakat. 

Fraksi-fraksi di DPR masih belum menemukan kesepakatan tentang ambang batas pencalonan presiden. Sebagian fraksi-fraksi di DPR tidak menginginkan ada penerapan ambang batas karena pemilihan presiden dan pemilihan legislatif digelar bersamaan. 

Tjahjo mengatakan opsi perppu bisa dipilih kalau pemerintah dan DPR belum menemui kesepakatan tentang ambang batas pencalonan presiden ini. Sebab, jika kondisi ini terus terjadi maka pemerintah khawatir pembahasan RUU Pemilu tidak selesai tepat waktu. 

 

"Mungkin perlu Perppu saja. Nanti dalam Perppu dimasukkan (keterangan) tentang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengikat," ujar Tjahjo kepada wartawan di Jakarta Pusat, Kamis (15/6). 

Sebelumnya, Tjahjo menyatakan pemerintah akan menarik diri dalam pembahasan RUU Pemilu. Langkah ini, dia mengatakan, sudah diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD. 

Apabila pemerintah menarik diri, pembahasan suatu UU tidak bisa dilanjutkan. Akibatnya, Pemilu 2019 mendatang pun harus diselenggarakan berdasarkan UU yang lama, yakni UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif, serta UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. 

Dalam UU tersebut, ambang batas pencalonan presiden sebesar 20-25 persen, sama dengan keinginan pemerintah saat ini. Namun, karena aturan itu masih memisahkan waktu penyelenggaraan pileg dan pilpres, pemerintah bisa mengeluarkan perppu. 

Tjahjo menjelaskan, usulan ambang batas pencalonan presiden sebesar 20-25 persen bukanlah opsi yang merugikan. Ambang batas itu pernah digunakan pada pemilu sebelumnya. 

"Pilpres sebelumnya tidak ada masalah dengan ambang batas ini. Pilpres sebelumnya, ada beberapa calon yang maju. Tidak ada gejolak apa-apa, jadi mengapa ditakutkan," lanjut Tjahjo. 

Seperti diketahui, pembahasan RUU Pemilu masih belum mencapai kata sepakat penuh terhadap lima isu krusial. Lima isu tersebut adalah sistem pemilu, ambang batas pencalonan presiden, ambang batas parlemen, alokasi kursi per daerah pemilihan dan metode konversi suara kepada kursi. 

(Baca juga: Hanura Pertanyakan Pemerintah Ngotot Presidential Threshold 20 Persen)

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement