REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bidang Pengawasan Kejaksaan Agung berencana memeriksa jaksa yang ditangkap KPK di Bengkulu, Parlin Purba pada Jumat (16/6).
"Insya Allah hari Jumat, ya, di KPK. Yang bersangkutan dan yang lain yang turut ditangkap itu supaya jelas masalahnya," kata Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Widyo Pramono di Jakarta, Rabu (14/6).
Terkait pihak-pihak lain di jajaran Kejaksaan Tinggi Bengkulu yang akan diperiksa, Widyo menyebutkan, Tim Inspektorat V Jamwas sudah mendatagi untuk mengumpulkan sejumlah informasi dan bukti soal dugaan penerimaan suap tersebut.
"Sudah. Jadi, sejak hari itu atau mulai Senin (12/6) kemarin tim Jamwas sudah turun ke Bengkulu dipimpin oleh Pak Inspektur V, Roskanedi. Ya, kita tunggu hasilnya," ujar dia.
Kendati demikian, ia belum membocorkan nama-nama jaksa lainnya yang diperiksa oleh tim jamwas pada inspektur V itu. Demikian pula halnya saat disingung terkait penanganan proyek di Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) VII Bengkulu sebesar Rp90 miliar. "Ya, tunggu dulu hasil pemeriksaan tim inspektur," ujar Widyo.
Dia mengatakan, pihaknya hanya memeriksa dari sisi etika jaksa saja bukan unsur pidananya. "Urusan pidananya itu KPK, urusan kode etiknya tunggu dulu hasil pemeriksaannya," kata dia.
Kasus suap ini terungkap setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Kepala Seksi (Kasi) III Intel Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu Parlin Purba; Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di BWSS VII Bengkulu Amin Anwari; dan Direktur PT Mukomuko Putra Selatan Manjuto Murni Suhardi.
Satgas KPK menangkap ketiganya karena Amin Anwari dan Murni Suhardi menyuap Parlin Purba sejumlah Rp 10 juta. Tapi sebelumnya, Amin dan Murni telah memberikan uang sejumlah Rp 150 juta kepada Parlin.
Atas perbuatan tersebut, KPK menyangka Amin Anwari dan Murni Suhardi selaku penyuap melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Nomor 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Terhadap Parlin Purba selaku penerima suap, KPK menyangkanya melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.