REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo, mendukung program pembangunan Jogja Agro Techno Park (JATP) di Tawangsari, Kecamatan Pengasih, Kulonprogo, Yogyakarta. Proyek ini rencananya akan dibangun di atas lahan seluas 100 hektare untuk mewujudkan industri pertanian dan obyek wisata alternatif.
JATP, yang digagas oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengkubuwono X ini, diprediksi akan menghabiskan biaya Rp 68 miliar. Program tersebut dirancang untuk menjadi model desa mandiri terintegrasi yang ditargetkan selesai dalam dua tahun.
Menteri Eko mengatakan, JATP akan menjadi pusat pelatihan bagi desa-desa mandiri yang terintegrasi secara vertikal. Tempat percontohan yang digagas Sri Sultan HB X ini memanfaatkan teknologi yang diyakini mampu meningkatkan nilai tambah bagi desa.
"Di situ benar-benar ada mulai dari pembibitannya, peternakannya, pertanian, embung, sehingga itu akan benar-benar menjadi contoh buat satu model desa-desa mandiri yang terintegrasi," ujarnya, usai menerima Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X di Kantor Kemendes PDTT, Kalibata, Jakarta, Rabu (14/6).
Eko mengungkapkan, JATP rencananya akan berlokasi di Desa Wijilan, Kabupaten Kulonprogo, dekat dengan area bandara. Selain untuk mengembangkan pertanian modern, JATP juga bisa dimanfaatkan sebagai destinasi wisata. Eko menyatakan bakal melibatkan beberapa kementerian terkait untuk melakukan pengembangan.
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X menjelaskan, JATP adalah tempat pembelajaran bagi para petani untuk mengembangkan potensinya di tanah sendiri atau secara berkelompok. Menurutnya, konsep yang diaplikasikan dalam JATP tersebut adalah pengembangan nilai baru di sektor pertanian.
"Jadi di sini (Jogja Agro Techno Park) terjadi transformasi budaya dan memanfaatkan teknologi. Harapan saya, nanti kalau Indonesia memasuki masyarakat industri, dia sudah tidak kaget karena sudah terjadi transformasi budaya," ujar Sri Sultan HB X.
Menurutnya, kepemilikan tanah di Yogyakarta yang relatif sempit membutuhkan teknologi untuk meningkatkan produktivitas petani. Teknologi tersebut meliputi peralatan sarana pascapanen, benih, serta teknologi lain dalam sektor perikanan dan peternakan.
"Jumlah investasi kasar mencapai Rp 68 miliar. Ini masih bisa bertambah, karena belum masuk training dan riset. Kalau semua pihak mendukung, akan kita bicarakan bentuk kerjasamanya," kata Gubernur DIY.