Selasa 13 Jun 2017 12:55 WIB

Hakim Sidang Buni Yani Hardik JPU dan Penasihat Hukum

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Agus Yulianto
Terdakwa Buni Yani menjalani sidang perdana kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Kota Bandung, Selasa (13/6).
Foto: Republika/Muhammad Fauzi Ridwan
Terdakwa Buni Yani menjalani sidang perdana kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Kota Bandung, Selasa (13/6).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Sidang perdana kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan terdakwa Buni Yani (48 tahun), Selasa (13/6) pagi, digeral di Pengadilan Negeri (PN) Bandung. Dalam persidangan ini, majelis hakim sempat menghardik jaksa penuntut umum (JPU) dan tim penasehat hukum agar menggunakan bahasa yang santun dalam berkomunikasi pada setiap pemeriksaan.

Majelis hakim yang dipimpin oleh hakim ketua M Saptono meminta, agar komunikasi dalam setiap pemeriksaan yang dilakukan kepada saksi bisa menggunakan bahasa yang santun. Sehingga, persidangan bisa berjalan dengan lancar.  "Kata pimpinan, harus selesai lima bulan. Ini baru satu bulan, mudah-mudahan lancar saksi dari JPU dan ahlinya,” ujarnya dihadapan terdakwa Buni Yani, JPU, dan Penasehat Hukum, Selasa (13/6).

Sebelumnya, JPU Andi Muhammad Taufik mengatakan, terdakwa Buni Yani didakwa melanggar pasal 32 ayat 1 junto 48 ayat 1 UU ITE tentang pengubahan, menambah dan mengurangi suatu informasi atau dokumen elektronik. Selain itu, pasal 28 ayat 2 junto 45 ayat 2 tentang membuat rasa kebencian terhadap ras dan golongan. “Ancaman hukuman yang pertama 8 tahun dan yang kedua 6 tahun,” ujarnya saat ditemui seusai sidang, Selasa (13/6).

Ia menuturkan, Buni Yani diduga telah mengubah durasi rekaman video milik Pemrov DKI berjudul “27 September 2016 Gubernur Basuki T Purnama Kunjungan ke Kepulauan Seribu dalam rangka kerjasama dengan STP” dari 1 jam 48 menit menjadi 30 detik yang terjadi diantara menit ke 24.00 sampai menit 25.00.

Menurutnya, terdakwa kemudian mengupload rekaman yang sudah diedit ke media sosial dan menghilangkan kata 'pakai' dalam ucapan Gubernur DKI Jakarta saat itu Basuki T Purnama tentang kalimat “Bapak ibu dibohongi surat Al-Maidah” serta menuliskan judul penistaan terhadap Agama?.  

Kata dia, hilangnya kata pakai dan menambahkan caption “Penistaan terhadap agama” menimbulkan kebencian atau permushuhan kepada Basuki T Purnama yang akrab disapa Ahok dan bisa menjurus kepada terganggunya kerukunan antar umat beragama di Indonesia.

Dari pemantauan Republika.co.id, persidangan yang berlangsung kurang lebih satu jam ini menyita perhatian masyarakat. Salah satunya gabungan ormas Islam yang melakukan aksi di depan kantor PN Bandung.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement