Sabtu 10 Jun 2017 23:31 WIB

4.498 WNI Masih Sulit Dapatkan Izin Pulang dari Saudi

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Ilham
WNI di Arab Saudi (ilustrasi).
WNI di Arab Saudi (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Arab Saudi saat ini sedang menjalankan Program Amnesti bagi warga negara asing di negaranya yang melakukan pelanggaran dokumentasi. Dengan adanya program itu, para pelanggar dapat pulang ke negaranya tanpa ada sanksi.

Program ini dimanfaatkan pula oleh Warga Negara Indonesia (WNI). Kementerian Luar Negeri mencatat 11.226 WNI mendaftarkan diri pada program Amnesti itu. Namun, yang mendapatkan izin atau exit permit hanya separuh, sekitar 5.724 orang.

"4.498 orang belum mendapatkan exit permit karena sejumlah hal," ujar Kasubdit Kawasan Negara Arab Teluk dan Eropa Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri RI Arief Hidayat di Bandara Soekarno Hatta, Sabtu (9/6).

Arief mengakui, jumlah itu sulit dicapai karena batas waktu pelaksanaan Amnesti sudah hampir habis. Program Amnesti ini berjalan hingga 24 Juni 2014. Adapun program ini dimulai sejak 29 Maret 2017.

Salah satu satu penyebab kesulitan itu adalah menurunnya jam kerja petugas Arab Saudi di bulan Ramadhan. Akibatnya, intensitas WNI yang memohon exit permit semakin sedikit yang dilayani. "Sebelum puasa, kami dapat jatah 300 orang per minggu untuk exit permit, saat ini 150 saja gara-gara jam kerja di Bulan Ramadhan yang berubah drastis," kata dia.

Padahal, kata Arief, dari Kedutaan Besar Republik Indonesia telah berusaha semaksimal mungkin para pendaftar Amnesti. KBRI melayani ratusan WNI pendaftar amnesti tiap harinya. "Jadi bola bukan di kami lagi ya, kita bawa ke sana 100 WNI yang bisa dapat 25 saja kan repot juga," ujarnya menambahkan.

Selain itu, banyak WNI yang tidak mendapatkan izin keluar karena tersandung masalah hukum. Arief menyebutkan, sebagian warga Indonesia terkena masalah sengketa kerja dengan majikan atau atasannya. "WNI pernah kabur kerja, ketika majikan lapor ke polisi jadi sengketa kerja, maka sulitlah izin itu keluar," kata Arief.

Selain itu, beberapa pelanggaran hukum ringan seperti melanggar lalu lintas. Masalah itu saja bisa menghalangi keluarnya izin keluar atau exit permit. Untuk itu, KBRI pun berusaha memfasilitasi kesulitan itu. KBRI berusaha melakukan mediasi dengan Pemerintah Arab Saudi. "Misal sengketa kerja, dari pemerintah Arab nanti memanggil mantan bos untuk bicara menyelesaikan masalah sengketa kerja ini," kata Arief.

Meski demikian, untuk jumlah sebanyak itu Arief mengaku cukup sulit untuk memfasilitasi semua WNI dengan ragam masalah yang bermacam-macam.

WNI asal Cianjur bernama Nani mengaku sangat bersyukur dengan adanya Amnesti ini. Pasalnya, ia terancam terkena sengketa kerja lantaran beberapa kali kabur dari majikannya. "Lagian majikan saya resek, saya juga sering dipindahtangankan dari majikan satu ke majikan lainnya, kalau orangnya baik-baik sih mending," kata Nani.

Adanya Amnesti ini pun dimanfaatkan Nani yang telah tujuh tahun berada di Arab Saudi. Nani mengaku berjuang cukup keras di Arab Saudi sebelum akhirnya mendapat izin pulang ke Indonesia tanpa sanksi. Ia bahkan sempat tidak dibayar ketika bekerja sebagai pembantu rumah tangga.

Namun, majikannya yang terakhir bagi Nani adalah majikan yang paling baik. Saat itu pula Nani mengajukan Amnesti agar bisa pulang ke Indonesia. Nani mendaftar Amnesti lantaran visanya telah habis empat tahun lalu. Ia pun berhasil mendapatkan exit permit dan segera membeli tiket pulang. "Alhamdulillah sudah sampai Indonesia, ketemu suami, ada juga cucu saya yang belum pernah lihat," kata Nani.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement