REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Sunanto, mengatakan penambahan komisioner KPU dan Bawaslu tidak efektif memecahkan persoalan beban kerja pelaksanaan pemilu. Penambahan komisioner KPU dan Bawaslu itu dianggap berpeluang kepada pemborosan anggaran penyelenggaraan pemilu.
Sunanto mengatakan penambahan komisioner tidak relevan jika dihubungkan dengan bertambahnya beban kerja. Dia mengingatkan kerja komisioner berada dalam tataran pembuat kebijakan.
"Jika komisioner ditambah, akan lebih sulit mengambil keputusan dan menyusun kebijakan. Fungsi menyusun kebijakan akan lebih efektif jika dikerjakan oleh lebih sedikit orang," ujar Sunanto ketika dikonfirmasi Republika.co.id, Selasa (6/6).
Dia mencontohkan pada saat Presiden mengambil keputusan untuk hasil Pemilu 1999. Saat itu jumlah komisioner KPU jumlahnya lebih banyak jika dibandingkam saat ini.
"Ini membuktikan banyaknya jumlah komisioner tidak menjamin akan mempermudah mengambil kebijakan," lanjut Sunanto.
Selain itu, JPPR juga menyoroti penambahan anggaran yang sejalan dengan bertambahnya komisioner KPU dan Bawaslu. Menurut Sunanto, seleksi komisioner dan persiapan untuk fasilitas kerja komisioner baru membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
"Belum lagi ada ruang kerja baru dan penyesuaian lain yang sampai saat ini belum ada. Karena itu kami berpendapat penambahan komisioner KPU dan Bawaslu belum diperlukan," tegas Sunanto.
Sebelumnya, Pansus RUU Pemilu dan Pemerintah menyepakati penambahan anggota KPU dan Bawaslu masing-masing empat orang. Dengan penambahan tersebut, nantinya jumlah anggota KPU menjadi 11 orang dan Bawaslu menjadi sembilan orang.
"Tadi disepakati juga di Pansus, ada penambahan komisioner KPU dari tujuh menjadi 11 dan bawaslu dari lima menjadi sembilan," ujar Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu Ahmad Riza Patria usai rapat Pansus RUU Pemilu di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Senin (5/6).