Selasa 06 Jun 2017 19:45 WIB

ASN Rangkap Jabatan Sebabkan Pelayanan Publik Buruk

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Ratna Puspita
Ketua Ombudsman RI (ORI) Amzulian Rifai saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, jakarta, Selasa (25/4)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Ketua Ombudsman RI (ORI) Amzulian Rifai saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, jakarta, Selasa (25/4)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menyebut tingkat kepatuhan pemerintah dalam memenuhi standar pelayanan publik masih rendah. Hal itu karena banyak aparatur sipil negara (ASN) selaku pelayan publik merangkap jabatan komisaris.

Ketua ORI Amzulian Rifai mengatakan, ORI membuat zona kepatuhan pemerintah dalam memenuhi standar pelayanan publik. "Ombudsman memberikan penilaian, pelayanan publik masih jauh dari target," ujar dia, dalam diskusi bertema Rangkap Jabatan PNS dan komisaris BUMN: Menyoal Profesionalisme ASN di Jakarta, Selasa (6/6).

Di kementerian, hanya 44 persen zona hijau (kepatuhan tinggi), 48 persen zona kuning (kepatuhan sedang), dan delapan persen zona merah (kepatuhan rendah).

Amzulian mengatakan, laporan pelayanan publik dari masyarakat terus menunjukkan peningkatan. Pada 2014, ORI menerima 6.678 laporan. Pada 2015 ORI menerima 6.859 laporan. Pada 2016, ORI menerima 9.030 laporan.

Masyarakat melakukan laporan apabila mekanisme pelayanan internal institusi tidak memuaskan. "Artinya keluhan publik lebih banyak," kata dia.

Rendahnya pelayanan publik ini dibarengi masih banyaknya pelayan publik yang rangkap jabatan. "Coba lihat larangan rangkap jabatan dikaitkan dengan pelaksanaan pelayanan publik," kata 

Berdasarkan pemantauan tingkat nasional pada 144 unit terhadap 541 jabatan komisaris, terdapat 222 jabatan yang dirangkap oleh pelaksana pelayan publik. Hal serupa juga terjadi di daerah. 

Dia mencontohkan di Kalimantan Timur, 21 posisi komisaris BUMD atau badan pengawas PERUSDA diisi pelayan publik seperti, kepala dinas, kepala biro, pejabat setingkat eselon II, sekertaris provinsi.

Amzulian menegaskan, rangkap jabatan ini berpotensi membuat pelayan publik mengabaikan tugasnya. Tidak jarang, rangkap jabatan juga menimbukan konflik kepentingan. Selain itu, rangkap jabatan rawan adanya intervensi.

Dia menambahkan, pelayanan publik buruk akan meningkatkan korupsi. Sebaliknya, pelayanan publik yang baik akan menunjukkan rendahnya tingkat korupsi di daerah itu. 

Amzulian pun meminta adaya ketegasan pelayan publik mengikuti UU Pelayanan Publik. Dia mengingatkan, UU 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik sudah mengamanatkan larangan pelayan publik rangkap jabatan.

Undang-undang itu merupakan salah satu upaya untuk mengupayakan perbaikan pelayanan publik. Dia menambahkan jika pelayan publik rangkap jabatan maka harus selektif sesuai keahliannya.

Amzulian menyebutkan dua kebijakan lain untuk mendorong perbaikan pelayanan publik. Pertama, membentuk Kemenpan RB yang bertujuan memastikan birokrat profesional sekaligus siap direformasi setiap waktu.

Kedua, membentuk UU Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman untuk mengawasi seluruh kementerian/lembaga dalam memberikan pelayanan publik yang didanai dari APBN. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement