REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Opini Wajar Tanpa Pengeculian (WTP) yang dikeluarkan Badan Pemeriksaan Keuangan bukan jaminan tidak adanya penyimpangan dan praktik yang berpotensi merugikan keuangan negara.
Hal itu disampaikan Anggota V Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Isma Yatun ketika membacakan laporan hasil pemeriksaan BPK atas laporan keuangan Pemprov Sumut dalam rapat paripura DPRD Sumut di Medan, Selasa (30/5).
Menurut Isma, pemeriksaan keuangan yang dilakukan BPK tidak untuk mengungkapkan adanya penyimpangan (fraud) dalam pengelolaan keuangan.
Pemeriksaan hanya bertujuan memberikan opini mengenai kewajaran atas penyajian laporan keuangan yang disampaikan.
Dalam pemeriksaan itu, BPK memeriksa kesesuaian laporan dengan Standar Akuntansi Pemerintah, kecukupan informasi laporan, efektivitas sistem pengendalian intern, dan kepatuhan terhadap perundang-undangan.
Dari pemeriksaan tersebut, BPK akan memberikan opini yang terdiri dari WTP, Wajar Dengan Pengeculian (WDP), Tidak Wajar, dan Tidak Menyatakan Pendapat.
Karena itu, pemeriksaan yang dilakukan BPK tidak untuk mengungkap atau menemukan penyimpangan, termasuk yang berpotensi merugikan keuangan negara.
Namun jika menemukan penyimpangan, kecurangan, atau pelanggaran, maka pemeriksa harus menyampaikannya dalam Laporan Hasil Pemeriksaan.
Dalam batas tertentu terkait materialitasnya, temuan atas dugaan penyimpangan tersebut bisa saja tidak mempengaruhi opini atas kewajaran laporan.
Dengan demikian, opini yang diberikan BPK, termasuk opini WTP, hanyalah pernyataan profesional pemeriksa atas kewajaran laporan, bukan tidak adanya penyimpangan.
"Ini perlu kami sampaikan, mengingat masih banyak kesalahpahaman dari sebagian kalangan atas makna opini BPK," katanya.
Dalam rapat paripurna tersebut, BPK memberikan opini WTP atas laporan keuangan Pemprov Sumut tahun 2016.
Opini WTP tersebut merupakan yang ketiga kalinya diraih Pemprov Sumut. Sumut pernah meraihnya pada tahun 2014 dan 2015.