Kamis 25 May 2017 11:45 WIB

Puluhan Buruh Asal Indramayu Tersandung Masalah di Luar Negeri

Rep: Lilis Handayani/ Red: Dwi Murdaningsih
Aktivis dari Migrant Care menggelar aksi memperingati Hari Buruh Migran Internasional saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Ahad (18/12).
Foto: Republika/ Wihdan
Aktivis dari Migrant Care menggelar aksi memperingati Hari Buruh Migran Internasional saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Ahad (18/12).

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Puluhan buruh migran perempuan asal Kabupaten Indramayu terjerat berbagai masalah saat bekerja di luar negeri. Mereka pun meminta adanya perhatian dari Pemkab Indramayu.

 

Salah seorang anggota Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Kabupaten Indramayu, Huki Zaenah menyebutkan, sepanjang 2016, SBMI Indramayu mencatat ada 51 kasus buruh migran asal Indramayu yang terjerat masalah di luar negeri. Dari jumlah itu, 80 persen di antaranya menimpa buruh migran perempuan.

 

‘’Melihat data  tersebut, itu artinya buruh migran perempuan asal Indramayu sangat rentan mengalami masalah,’’ kata Huki, Kamis (25/5).

 

Adapun masalah yang dialami para buruh migran perempuan tersebut di antaranya hilang kontak, penipuan, overstay, interminit, kekerasan, bahkan dijual atau menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) / trafficking. Negara tempat mereka bekerja pun beragam, salah satunya di sejumlah negara di Timur Tengah.         

 

Huki menilai, kondisi itu di antaranya terjadi akibat minimnya sosialisasi tentang buruh migran maupun TPPO hingga ke tingkat desa. Selain itu, pelatihan pemberdayaan perempuan yang juga masih minim.

 

Menghadapi masalah tersebut, SBMI Indramayu telah mengadukannya ke Dinas Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan dan Anak Kabupaten Indramayu, Selasa (23/5) lalu. Mereka mempertanyakan peran pemerintah daerah dalam memberikan perlindungan perempuan dan anak di Kabupaten Indramayu.

 

‘’Kami berharap agar program pemberdayaan dan perlindungan perempuan dan anak ditingkatkan agar pemasalahan yang menimpa perempuan, terutama buruh migran perempuan asal Indramayu, dapat diminimalisasi,’’ kata Huki.

 

Huki pun meminta agar sosialisasi mengenai buruh migran dan pencegahan TPPO harus diperluas sampai ke tingkat desa. Dengan demikian, warga terutama kaum perempuan yang ingin menjadi buruh migran, bisa mendapat pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang kerja di luar negeri.

 

Tak hanya itu, pelatihan pemberdayaan perempuan juga harus ditingkatkan dan diperbanyak. Pelatihan itupun diminta jangan hanya menunggu program dari pemerintah pusat semata melainkan harus dianggarkan di APBD Kabupaten Indramayu.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement