REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Perindo Ahmad Rofiq menilai pembahasan RUU Pemilu sangat dominan kepentingan antar partai. Menurutnya, anggota parlemen tidak mencari formula yang memberikan satu aturan main agar proses Pemilu berjalan demokratis dan sesuai keinginan masyarakat.
"Saya tidak melihat banyak hal yang perlu diperdebatkan sehingga RUU bisa molor. Saya ingin mengkritisi, kalau kita ingin mewujudkan pematangam demokrasi, UU lama sudah bagus perlu diuji tidak melulu ganti UU," ujar Rofiq dalam diskusi "Polemik" Sindo Trijaya FM di Jakarta, Sabtu (20/5).
Pembahasan RUU Pemilu molor darintarget awal yakni rampung April 2017. Rofiq mengatakan perbaikan relugasi boleh saja, tetapi seolah setiap Pemilu harus dilakukan perubahan UU. Penting tak penting, kata dia, yang penting berubah.
Hal itulah yang menjadi problem besar. Seharusnya Pansus (Panitia Khusus) juga peka. Ia menilai ada kepentingan-kepentingan partai besar yang ingin mengkanlisasi bahwa calon-calon presiden, misalnya, harus dari partai mereka saja.
"Kalau 25 persen suara, artinya membatasai partai menenagah ke bawah agar partai bawah ini tidak ikut cawe-cawe, ini enggak fair, enggak sehat," tuturnya.
Ia menyebut demokrasi dialihkan jadi oligarki. Kalau bicara keadilan, maka harus diberikan porsi yang sama. Partai-partai yang ada hari ini belum ada yang jadi peserta Pemilu karena belum terverifikasi. Verifikasi rencananya digelar Seotember atau Oktober 2017.
Kalau verifikasi dilakukan serentak, penuh keadilan, transparansi, ia yakin ada juga partai di parlemen yang tidak lolos. Menurutnya tidak ada dasar yang masuk akal sehat kalau harus membentuk UU baru. Pansus jangan memaksakan egosentris masing-masinh untuk memonopoli Pemilu 2019. Baginya, yang penting aspek keadilan.
"Kalau bicara proporsi terbuka, kita lihat hari ini, mayoritas anggota DPR bukan politisi murni tapi berangkat dari kekuatan ekonomi menengah ke atas. Kalau kita bicara anggota parlemen jauh berkualitas harus ada koreksi terhadap sistem," ujarnya.
Pembahasan RUU Pemilu menurutnya molor dan tidak jelas arah nya. Parlemen bicara efisien tapi mereka bertindak tidak efisien.