Kamis 18 May 2017 23:14 WIB

KPK Usulkan Sanksi Administrasi Bagi Pelaku Penyimpangan Dana Desa

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Bayu Hermawan
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata memberikan keterangan kepada awak media terkait penetapan tersangka baru kasus dugaan korupsi E-KTP di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (23/3).
Foto: Republika/ Raisan Al Farisi
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata memberikan keterangan kepada awak media terkait penetapan tersangka baru kasus dugaan korupsi E-KTP di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (23/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusulkan adanya sanksi administrasi terhadap kepala desa yang melakukan penyimpangan dana desa. Sanksi administrasi tersebut dapat berupa pemberhentian dan juga kewajiban untuk mengembalikan kerugian negara.

"Kami sebetulnya mengusulkan ada mekanisme terkait dengan pemberian sanksi administrasi, misalnya dengan pemberhentian kepala desa, kalau diketahui dia melakukan penyimpangan dana desa itu. Pecat aja, pecat, suruh kembalikan uangnya, kita pecat, hal itu yang kita dorong," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (18/5).

Hingga akhir tahun lalu, KPK sendiri menerima lebih dari 300 pengaduan masyarakat terkait dana desa. Namun, kewenangan KPK tak bisa menjangkau kepala desa yang melakukan penyimpangan dana desa. KPK hanya dapat menindak masalah yang melibatkan penyelenggara negara, sementara kepala desa tak masuk dalam kategori penyelenggara negara.

Karena itu, KPK pun melimpahkan aduan terkait dana desa ini ke inspektorat kementerian pembangunan desa atau ke aparat pengawasan internal pemerintah setempat untuk ditindaklanjuti. Kendati demikian, Alexander menegaskan, KPK tetap dapat melakukan pengawasan terhadap pengelolaan dana desa.

Saking banyaknya pengaduan penyimpangan dana desa, KPK justru menilai tak efektif dan tak efisien apabila pelaku diproses hingga persidangan. Alasannya, proses persidangan membutuhkan biaya hingga ratusan juta. Sedangkan, jumlah dana desa yang diselewengkan berkisar Rp 10-20 juta.

"Memang yang menjadi pertanyaan kan apakah semua penyimpangan dana desa itu harus masuk berakhir di persidangan perkara korupsi? Saya katakan, ya harus kita perhatikan juga cost and benefitnya," ujarnya.

Dengan pemberian sanksi administrasi tersebut, diharapkan tindak penyelewengan dana desa pun dapat diselesaikan dengan cepat dan lebih efektif. Sayangnya, prosedur pemberian sanksi administrasi terhadap kepala desa tersebut belum ada.

"Jadi sampai sekarang ini ya penyimpangan dana desa itu semua muaranya ke korupsi. Ketika korupsinya hanya beberapa puluh juta, biaya untuk memprosesnya butuh ratusan juta. Wah kalau semua seperti itu kan nanti tekor juga keuangan negara itu kan, nggak efektif lagi," ucapnya.

Nantinya, KPK bersama dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi serta Kementerian Dalam Negeri akan membahas mekanisme penyelesaian apabila terjadi penyimpangan dana desa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement