Kamis 18 May 2017 16:58 WIB

Pengamat: Menyalahkan Senjata Cina Subjektif, Ini Soal Perencanaan

Rep: Santi Sopia/ Red: Teguh Firmansyah
Anggota TNI
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Anggota TNI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Militer Universitas Padjadjaran (Unpad) Muradi memberikan sejumlah catatan terkait insiden latihan Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) di Tanjung Datuk, Natuna, Kepulauan Riau.

Insiden disebabkan salah satu pucuk Meriam Giant Bow dari Batalyon Arhanud 1/K yang sedang melakukan penembakan mengalami gangguan pada peralatan pembatas elevasi. Musibah naas itu menyebabkan empat prajurit TNI gugur dan delapan lainnya mengalami luka parah.

Meriam Giant Bow dari Batalyon Arhanud 1/K yang digunakan dalam latihan diketahui berasal dari Cina. Menurut Muradi, adanya insiden itu, terlihat jelas bahwa perencanaan tidak selaras dengan realitas.

"Akhirnya kita bisa merasa bahwa terlihat sekali tidak bisa selaras antara perencanaan dengan realitas. Kalau nyalahin produk Cina memang sangat subjektif," ujar Muradi saat dihubungi, Kamis (18/5).

Karena itu, Muradi mengatakan, sejak awal, pemerintah harus bisa menyeleksi betul kualitas alutsista, dalam hal ini meriam harus teruji dan sesuai dengan yang dibutuhkan dan diinginkan oleh para anggota TNI.

Terkait produk asal Cina, juga menurutnya, bisa jadi ada dua hal, yaitu terkait kualitas dan perawatannya. Tetapi lebih dari itu, ini adalah soal bagaimana  negara merumuskan apa yang mebnjadi perencanaan alutsista negara. Baru dari situ, kata dia, bisa bicara masalah substansi "Harusnya busa juga dikerjakan, minta Pindad untuk membuat, memproses itu (alat) sendiri. Bisa tidak diskemakan, karena ini kan menyangkut kualitas," ujarnya.

Catatan lainnya, menurut dia, menyangkut perencanaan pengembangan modernisasi militer negara. Ia juga menyebut pemerintah harus betul-betul memastikan kebutuhan anggaran alutsista.  "Kalau saya berharap jangan tanggung, kita butuh yang lebih terencana dengan kualitas yang bisa dipertanggungjawabkan," katanya.

Pemerintah diminta tidak berdalih anggaran yang terbatas, maka negara membeli barang sembarangan. Diperlukan upaya benar-benar mengecek ulang apa yang menjadi kebutuhan.  "Itu baru latihan, bayangkan kalau perang beneran, bisa diketawain kita. Saya kira itu sejumlah catatannya," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement