REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini menilai, desakan penghapusan Pasal 156a KUHP tentang Penodaan Agama tidak sejalan dengan semangat penghormatan terhadap agama di Indonesia. Padahal, Mahkamah Konstitusi pun melalui putusannya telah menolak pembatalan Pasal 156a tersebut.
"Ini artinya secara konstitusional dan by the law UU larangan penodaan agama sangat penting bagi upaya penghormatan dan penjagaan semua agama yang diakui secara resmi oleh negara dari upaya penodaan atau penistaan," kata Jazuli dalam siaran pers yang diterima Republika, Kamis (18/5).
Anggota Komisi I ini pun meminta orang-orang yang mendesak pembatalkan larangan penodaan agama memahami, UU tersebut justru dibutuhkan untuk menjaga kerukunan antar umat beragama. Sebab dikhawatirkan orang seenaknya menista agama lain jika pasal tersebut dihapuskan.
"Justru jangan dihapus kalau kita ingin menjaga kerukunan, karena jika tidak ada pasal tersebut orang seenaknya menghina dan menista agama dan ini akan memancing disharmoni bahkan bisa menciptakan instabilitas nasional," terang Jazuli.
Sebagai informasi, Pasal 156a tentabg Penodaan Agama pernah diujimaterikan (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi pada 2009. Namun, MK justru menguatkan keberadaannya. MK menilai UU larangan penodaan agama tetap diperlukan dalam konteks Indonesia sebagai negara relijius (religious nation).
Pembatasan kebebasan beragama menurut MK, dapat dilakukan dengan alasan ketertiban umum (public order) untuk menghindari terjadinya kekacauan dan membahayakan masyarakat, sehingga tercipta keharmonisan nasional. MK juga memberikan justifikasi bahwa penodaan agama masih merupakan tindak pidana di banyak negara dunia.
Sebelumnya, sejumlah pihak mendesak pembatalan atau penghapusan pasal larangan penodaan agama. Desakan tersebut muncul karena pasal itu dianggap menimbulkan permasalahan akibat subjektivitas penerapannya yang mengekang atau melanggar kebebasan.