REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo, mengatakan pihaknya masih menanti salinan surat putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara terkait vonis terhadap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam kasus penistaan agama. Salinan itu akan menjadi dasar bagi pemerintah memberhentikan Ahok secara sementara sebagai Gubernur DKI Jakarta.
"Pejabat kami baik Dirjen Otonomi Daerah (Otda) dan pihak sekretariat negara sudah jemput bola ke PN Jakarta Utara. Kami meminta salinan keputusan PN sebagai dasar langkah pemerintah, atau minimal nomor salinan keputusannya ya," ujar Tjahjo di Kantor Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB), Jakarta Selatan, Rabu (17/5).
Tjahjo menuturkan, salinan ini akan jadi dasar pemberhentian sementara kepada Ahok setelah ditetapkan bersalah dan ditahan atas kasus penistaan agama. "Mudah-mudahan salinannya sudah ada. Sebab dasar penetapan (pemberhentian) tidak bisa berdasarkan pernyataan dari media massa atau dari 'katanya-katanya'," ungkap Tjahjo.
Sebelumnya, Tjahjo menjelaskan, berdasarkan pasal 65 ayat 3 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda), menyebutkan kepala daerah yang sedang menjalani masa tahanan tidak bisa melaksanakan tugas dan wewenangnya. "Jika tidak ditahan, ancaman hukumannya berapapun yang bersangkutan bisa menjalankan tugas pemerintahan sampai putusan hukum yang sifatnya tetap. Namun, kalau diputuskan yang bersangkutan ditahan berarti berarti dia tidak bisa melaksanakan tugas sehari-hari," ujar Tjahjo dalam konferensi pers di Kantor Kemendagri, Selasa (8/5) lalu.
Berdasarkan pembacaan vonis pada Selasa, hakim memutuskan bahwa Ahok dijatuhi hukuman dua tahun penjara. Selain itu, hakim pun memutuskan Ahok langsung ditahan.