Selasa 16 May 2017 14:06 WIB

Advokat GNPF Pertanyakan Pengusutan Kasus Konten Pornografi

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Ilham
Kuasa Hukum Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI, Kapitra Ampera (tengah).
Foto: Republika/ Raisan Al Farisi
Kuasa Hukum Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI, Kapitra Ampera (tengah).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah seorang tim pengacara Gerakan Nasional Pembela Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI), Kapitra Ampera mengatakan, orang yang menyebarkan chat mesum itulah yang seharusnya dijadikan tersangka. "Bukannya orang yang difitnah, yang dituduh ada dalam pembicaraan konten tersebut," kata Kapitra pada konferensi pers di AQL Center, Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (16/5).

Menurut Kapitra, Undang-undang mengadili orang yang menyebarkan konten pornografi. "Validitas chat itu miliknya atau bukan sangat mudah dimanipulasi. Kebenaran akan chat itu sulit dibuktikan," katanya.

Kapitra mempertanyakan apakah sebuah chat personal bisa menjadi suatu tindak kejahatan. "Apakah itu melanggar hukum kalau wanita punya koleksi pribadi? Justru orang yang mencuri, mendistribusi, itulah yang dijadikan pelaku, bukan korban fitnah yang lalu dianggap pesakitan," ujar Kapitra.

Kapitra juga menambahkan, sangat sulit membuktikan chat itu adalah berasal dari Habib Rizieq Syihab. "Tidak ada satupun foto Habib Rizieq di dalamnya. Tidak ada suara beliau juga, jadi kalau hanya berdasarkan chat itu tidak valid," ucapnya.

Sebelumnya, Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (Inafis) Polri membenarkan bahwa perempuan di dalam chat itu adalah Firza Husein. Sedangkan pentolan FPI tersebut hingga saat ini belum memenuhi panggilan polisi untuk diperiksa dengan alasan sedang berada di Arab Saudi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement