Senin 15 May 2017 21:28 WIB

KPK Bantah Tudingan Fahri Hamzah Bermain Politik

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Ilham
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, saat ditemui usai diskusi di Kantor ICW, Senin (15/5) sore.
Foto: Republika/Rahma Sulistya
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, saat ditemui usai diskusi di Kantor ICW, Senin (15/5) sore.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah membantah tudingan Fahri Hamzah yang menyebut KPK telah bermain politik dengan mengungkit persoalan pajaknya. Menurut Febri, yang dilakukan KPK hanyalah memproses secara hukum terkait dugaan suap pajak terhadap pegawai pajak.

“Yang dilakukan KPK adalah proses hukum. Kalau proses hukum itu ditarik ke isu politik itu sebenarnya yang upaya untuk menarik-narik ke sektor politik. Yang dilakukan KPK hanya di rail proses hukum saja,” kata Febri di kantor ICW, Jakarta, Senin (15/5).

Ia menjelaskan, saat melakukan operasi tangkap tangan, KPK menemukan sejumlah bukti. Bukti itulah yang kemudian perlu dikonfirmasi dan ditindaklanjuti kepada saksi ataupun terdakwa dalam persidangan.

“Jadi proses itulah yang kita lakukan. Bahwa kemudian ada nama pejabat-pejabat eksekutif maupun legislatif yang ada di sana, tentu saja keliru apabila KPK menyembunyikan nama tersebut. Jadi kita perlu klarifikasi itu dan saksi memberikan penjelasan, apakah benar nama di nota dinas tersebut, dan tahapan prosesnya seperti apa,” jelas Febri.

Sebelumnya, nama Fadli Zon dan Fahri Hamzah turut disebut dalam persidangan penyidik PNS pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Handang Soekarno. Fahri Hamzah kemudian menuding KPK bermain politik dengan mengungkit kembali kasus pajaknya. Menurutnya, wajar jika terdapat perbedaan dalam daftar harta miliknya dengan LHKPN.

Dalam sidang kasus suap pajak Handang Soekarno, jaksa KPK sempat menunjukan bukti nota dinas milik Fahri terkait penyampaian SPT tahunan PPh orang pribadi yang tak lengkap untuk tahun 2013-2014. Jaksa KPK menyampaikan daftar harta Fahri pada tahun 2014 yang berbeda, yakni selisih Rp 4,46 miliar dengan LHKPN.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement