Senin 15 May 2017 00:05 WIB

Benarkah Ada Kasus Besar di Balik Insiden Cacing Sonari? Ini Kata Pengacara

Rep: Taufiq Alamsyah Nanda/ Red: Teguh Firmansyah
Taman Nasional Gede Pangrango (ilustrasi).
Foto: Republika/ Wihdan
Taman Nasional Gede Pangrango (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, CIANJUR -- Karnaen (48), pengacara Didin (48), tersangka pengambil cacing di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, mencurigai adanya kasus besar yang ditutup-tutupi. Kasus itu diduga terkait dengan kerusakan lingkungan.

"Kerusakan hutan ada di zona inti yang harus ditempuh 8 jam perjalanan dari kawasan pemukiman penduduk," ujar Karnaen di kediaman Didin pada Ahad (14/5).

Didin merupakan warga kampung Rarahan, Desa Cimacan, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur yang terancam hukuman 10 penjara karena dituding merusak lingkungan. Menurut kuasa hukum Didin,  kepolisian menuding kliennya atas pasal perusakan lingkungan karena kegiatannya mencari cacing Sonari.

Sementara itu, cacing Sonari merupakan hewan yang selama ini sering diambil warga dari pohon Kadaka. Ia menilai tidak ada perusakan pohon atau penggalian tanah yang dilakukan dalam proses pengambilan cacing.  Cacing Sonari biasa dijadikan obat tradisional untuk mengobati penyakit demam, tifus, meriang dan asma.

"Cacing sonari hidup di atas pohon kandaka bukan di dalam tanah. Sehingga pencarian cacing sonari tidak merusak lingkungan," jelas Karnaen.

Baca juga, Duh Pencari Cacing Tn Pangrango Ini Terancam 10 Tahun Penjara.

Lebih jauh Karnaen menduga, bahwa kasus yang menimpa Didin masih erat kaitannya dengan kerusakan lingkungan seluas 35 hektare di zona inti Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Selama ini kasus kerusakan lingkungan tersebut belum terungkap secara jelas.

"Tidak mungkin lah pak Didin seorang diri bisa merusak 35 hekatre lahan hutan. Ini saya kira rekayasa kasus," tuding Karnaen.

Sabang Sirait, Ketua Yayasan Surya Kadaka Indonesia, LSM yang bergerak dalam bidang lingkungan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango juga memberikan dukungan moral bagi Didin. Yayasan Kadaka memperjuangkan agar Didin dibebaskan. Selain itu, Yayasan Kadaka senada dengan Karnaen yang mencurigai adanya rekayasa kasus.

Sabang menuturkan, bahwa ada orang Bekasi yang meminta dicarikan cacing Sonari kepada Didin. Awalnya hanya dua ekor cacing yang diminta. Lalu dibayarkan dengan harga Rp 100 ribu.

Selanjutnya sang pemesan meminta 400 ekor. Ia berjanji akan mengambil pesanan pada tanggal 22 Maret. Pada tanggal yang dijanjikan, pemesan tidak juga datang. Namun ternyata pada tanggal 24 Maret, 10 orang aparat dari Polsek Pacet serta Gakkum Lingkungan Hidup dan Kehutanan menangkap Didin di kediamannya. Penangkapan dilakukan pada pulul 20.30.

"Didin sepertinya dijebak oleh oknum aparat yang berpura-pura menjadi pembeli, lalu menangkap Didin demi tumbal kasus kerusakan lingkungan yang ada," imbuh Sabang.

Sampai saat ini pihak kuasa hukum telah mengajukan pra peradilan. Hal - hal yang hendak diuji di antaranya adalah tentang penahanan, penangkapan, penyitaan dan penggeledahan. "Sampai sekarang surat penyitaan tidak pernah ditunjukkan. Surat penangkapan tidak jelas sampai sekarang," kata Karnaen.

Pihak kuasa hukum serta Yayasan Kadaka merasa bahwa keadilan tidak didapatkan oleh Didin dalam kasus ini.

"Ini sudah sangat ironis. Terkait penegakan hukum di Indonesia. Lancipnya ke bawah, tumpul ke atas," pungkas Karnaen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement