REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia Chudry Sitompul mengatakan penahanan terdakwa penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) berpotensi diperpanjang. Hal itu tergantung pada keputusan lanjutan pengadilan.
Jika putusan tersebut diserahkan ke pengadilan tinggi, maka hakim yang akan menentukan bagaimana kelanjutan vonis Ahok.
"Saya kira 30 hari bisa diperpanjang karena pengadilan tinggi yang memutuskan," ujar Chudry saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (10/5).
Dia menilai keputusan hakim yang memvonis terdakwa kasus penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dengan hukuman dua tahun penjara sebagai vonis yang sesuai. Menurut dia, hakim memiliki kewenangan untuk memilih pasal mana yang cocok dengan perkara ini.
"Kuncinya itu hakim berbeda pendapat dengan JPU," ujar .
Perbedaan tersebut, menurut Chudry terletak pada pengkajian kata "dibodohi" yang dihubungkan dengan Surah Al Maidah, sehingga terdakwa terbukti melakukan penodaan agama. Terkait dugaan ultra petita, Chudry menganggap ultra petita hanya ada dalam perkara-perkara perdata saja dan tidak ada dalam perkara pidana. Ultra petita adalah penjatuhan putusan oleh hakim atas perkara yang tidak dituntut atau memutus melebihi dari pada yang diminta.
Terkait banding, dia menilai banding adalah upaya hukum bagi pencari keadilan jika merasa tidak puas dengan putusan hukum yang diterima. Dia menambahkan, banding ini dapat memiliki kemungkinan untuk merubah vonis yang telah diberikan hakim.
"Kalau hakim mengabulkan permohonan terdakwa, bisa saja bandingnya diterima dan putusan PN di batalkan, tapi bisa juga ditolak," ujar dia.
Uji Banding, menurut Chudry dapat memakan waktu sekitar lima hingga enam bulan. Vonis akan berubah, jika hakim pengadilan tinggi menyetujui banding, namun vonis akan tetap jika hakim menolak banding dan melanjutkan putusan hakim sebelumnya.
"uji banding itu paling lama enam bulan, tergantung isi putusan hakim Pengadilan Tinggi," jelas dia.