Rabu 10 May 2017 06:05 WIB

Pengacara Ahok Sebut Vonis Hakim Kental Muatan Politik

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Bilal Ramadhan
Terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama menjalani sidang dengan agenda pembacaan putusan oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (9/5)
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama menjalani sidang dengan agenda pembacaan putusan oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (9/5)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Penasehat Hukum Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam kasus penistaan agama Teguh Samudra memberikan pendapat tentang vonis yang dijatuhkan hakim kepada rekannya. Dia mengaku merasa aneh dengan vonis yang dijatuhkan hakim, karena bertentangan dengan tuntutan dari Jaksa Penuntut Hukum (JPU).

“Tim penasehat hukum dan Ahok kecewa. Kami memandang putusan hakim tidak adil dan sangat disayangkan,” ujar Teguh, saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (10/5).

Menurut dia,  Walaupun Hakim punya kebebasan dlm mengadili, akan tetapi kebebasan tersebut harus tetap untuk keadilan. Dia menambahkan, ini menjadi kontroversial, mengingat perbedaan kontras antara putusan hakim dengan tuntutan JPU.

“Terdakwa sejak awal di penyidikan dan penuntutan tidak ditahan, bahkan juga selama dalam persidangan, lalu tiba-tiba dalam putusan ditahan dengan alasan yang tidak mendasar,” ungkap dia.

Pendapat majelis hakim, menurut Teguh tidak dipertimbangkan secara tepat. Pendapat majelis yang menyatakan perkara Ahok sebagai murni perkara pidana, dan tidak memliki hubungan dengan ormas Islam, lanjut dia, menunjukan bahwa perkara ini mengandung muatan politis.

“Terlebih majelis berpendapat perkara ini murni perkara pidana, bukan perkara yang ada hubungannya dengan FPI dan MUI, menunjukkan bahwa perkara ini kental muatan politisnya dengan pertimbangan hukum tersebut,” ucap Teguh.

Dia mengaku melihat keanehan dari putusan dan vonis hakim. Mengingat sebelumnya JPU mengungkapkan bahwa Ahok tidak terbukti melanggar Pasal 156a, namun secara mendadak, hakim memvonis Ahok menggunakan pasal tersebut.

“Cenderung aneh karena penuntut umum menuntut Ahok atas pasal 156 Kuhp, tetapi majelis menghukum atas pasal 156a huruf a KUHP,”  keluh dia.

Terkait ajuan banding dari kubu Ahok, Teguh mengatakan akan mengajukan banding ke pengadilan tinggi untuk menguji bahwa terdapat kesalahan penerapan hukum dan pembuktian. Dia berharap, Pengadilan Tinggi dapat memahami tentang keberatan dan keluham tim Ahok.

“Harapnya pengadilan tinggi harus membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara,” tutur dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement