REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan simpati setelah Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan pidana penjara selama dua tahun terhadap terdakwa kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Dalam jumpa pers di Kantor Wakil Presiden, Kalla mengatakan bahwa dengan adanya putusan dari Pengadilan Negeri Jakarta Utara tersebut, semua pihak harus bisa menerima dengan lapang dada termasuk massa yang kerap melakukan unjuk rasa saat sidang digelar.
"Pertama, bagaimanapun Ahok itu Gubernur DKI Jakarta, wakil pusat di daerah. Karena itu, saya menyampaikan rasa simpati atas apa yang terjadi pada vonisnya," kata Kalla, di Jakarta, Selasa (9/5).
Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok menjadi terdakwa perkara penodaan agama setelah video pidatonya di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016. saat itu, Ahok mengatakan bahwa ada pihak yang menggunakan Surah Al-Maidah 51 untuk membohongi publik.
Video tersebut beredar di kalangan masyarakat dan memicu serangkaian aksi besar dari organisasi-organisasi massa Islam. "Namun, kita semua sudah sepakat dengan siapa saja. Bahwa, apapun putusan pengadilan akan diterima, termasuk yang berdemo itu sudah menyatakan, apapun hasilnya." ujar Kalla.
Kalla menambahkan, Ahok masih memiliki hak untuk mengajukan proses banding dan proses hukum selanjutnya. "Jadi ini ada proses banding, dan lain sebagainya. Tentu Ahok masih punya hak untuk memakai haknya untuk banding dan proses selanjutnya," kata Kalla.
Majelis Hakim akhirnya menjatuhkan vonis selama dua tahun kepada Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam sidang pembacaan putusan di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa,
Basuki Tjahaja Purnama menyatakan akan mengajukan banding terhadap keputusan majelis hakim tersebut. Vonis majelis hakim itu juga lebih berat ketimbang tuntutan jaksa.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah menyampaikan tuntutan hukuman satu tahun penjara dengan masa percobaan selama dua tahun karena menilai Ahok terbukti melanggar rumusan unsur pidana sebagaimana tertuang dalam Pasal 156 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.