Selasa 09 May 2017 18:15 WIB

Pelaku Penodaan Agama tak Pernah Lepas dari Hukuman

Rep: Ali Mansur/ Red: Bayu Hermawan
Arsul Sani
Arsul Sani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Tjahaja Purnama (Ahok) divonis dua tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Dalam perkara ini, Ahok dinyatakan terbukti bersalah melanggar Pasal 156a KUHP tentang penodaan agama.

Menanggapi ini, anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Arsul Sani menilai, vonis Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam perkara Ahok mengukuhkan "yurisprudensi" pengadilan terdahulu dalam kasus-kasus sejenis.

"Memang sejarahnya dapat dikatakan tidak pernah pengadilan melepaskan terdakwa perkara penodaan agama yang dinilai hakim terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan," ujar Sekjen Partai Persatuan Pembangunan (PPP), saat dihubungi melalui seluler, Selasa (9/5).

Kemudian tentang makna vonis seperti itu, kata Arsul bahwa sebetulnya para hakim ingin menyampaikan pesan kepada masyarakat, jika terjadi peristiwa yang diduga sebagai perbuatan penodaan agama maka ada hukum yang mengatur dan penyelesaiannya melalui proses hukum bukan dengan tindakan-tindakan anarkis.

"Pada tahun 1950-an bahkan MA pernah mengeluarkan surat edaran yg meminta para hakim menghukum berat terdakwa yg dianggap terbukti melakukan perbuatan penodaan agama," jelas Arsul.

Menurut Arsul sikap lembaga peradilan seperti ini juga didasari oleh kesadaran bahwa rakyat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang religius. Sehingga hal-hal yang menyangkut penodaan terhadap kesucian agama bisa menjadi sumber perpecahan bangsa jika tidak ada hukum dan proses hukumnya.

"Maka bisa mengancam persatuan bangsa kita," ucapnya.

Terkait penahanan Ahok, Arsul melihat itu hal  yang lazim saja dalam putusan pidana seperti itu. Karena menurutnya dalam praktek hukum pidana di Indonesia, maka perintah penahanan hakim tersebut berlaku seketika walaupun ada upaya hukum banding nantinya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement